ॐ नमः शिवाय

Selasa, 28 Juli 2015

Materi Pelajaran atau Bahan Ajar Agama Hindu SD Kelas V

TRI SARIRA

A.Pengertian Tri Sarira:

- Tri = 3 (tiga)
- Sarira = badan
Jadi Tri Sarira adalah tiga lapis badan yang terbentuk dari unsur dan memiliki fungsi serta kualitas yang berbeda.
Bagian-bagian TRI SARIRA:
1.STULA SARIRA/RAGA SARIRA: adalah badan kasar yaitu jasmani yang terbentuk dari unsur Panca Maha Bhuta.
2.SUKSMA SARIRA/LINGGA SARIRA: adalah badan halus yang terdiri dari unsur Budhi,Manah,Ahamkara,dan Indriya.
3.ANTA KARANA SARIRA: adalah badan penyebab yaitu Jiwatman sebagai hidupnya hidup.


  • Stula Sarira dibentuk dari Panca Maha Bhuta (lima elemen dasar),yang terdiri dari:
  • 1.Perthiwi (unsur padat) membentuk tulang,otot,dan daging.
    2.Apah (unsur cair) membentuk darah,lendir,enzim,kelenjar keringat,dan cairan tubuh lainnya.
    3.Teja (unsur panas) membentuk suhu tubuh.
    4.Bayu (unsur udara/angin) membentuk tenaga,nafas,dan udara-udara lainnya dalam tubuh.
    5.Akasa/Ether (unsur kosong) membentuk rongga-rongga dalam tubuh.
    Panca Maha Bhuta berasal dari unsur Panca Tan Matra.
    Bagian-bagian Panca Tan Matra:
    1.Sabda Tan Matra = benih suara
    2.Sparsa Tan Matra = benih rasa sentuhan
    3.Rupa Tan Matra = benih pengelihatan
    4.Rasa Tan Matra = benih rasa
    5.Gandha Tan Matra = benih penciuman

    Stula Sarira juga dibentuk oleh Sad Kosa yaitu enam lapisan pembungkus.
    Bagian-bagian Sad Kosa:
    1.Asti/Taulan = tulang
    2.Adwad = otot
    3.Sumsum = sumsum
    4.Mamsa = daging
    5.Rudhira = darah
    6.Carma = kulit
  • Suksma Sarira dibentuk oleh Tri Antakarana atau Tiga Penyebab Akhir.
  • Yang terdiri dari:
    1.Budhi, fungsinya untuk menentukan keputusan.
    2.Manah,fungsinya untuk berpikir.
    3.Ahamkara,fungsinya untuk merasakan dan bertindak.

    Selain itu juga dibentuk oleh Panca Budhindrya yaitu lima indrya pengenal. Selain itu juga dibentuk oleh Panca Kamendrya yaitu lima indrya penggerak. Ini dikenal dengan Dasendrya
    Panca Budhindrya terdiri dari:
    1.Cakswindrya,adalah indra pengenal melalui penglihatan,terletak pada mata.
    2.Srotendrya,adalah indra pengenal melalui pendengaran,terletak pada telinga.
    3.Ghranendrya adalah indra pengenal melalui penciuman, terletak pada hidung.
    4.Jihwendrya adalah indra pengenal melalui pengecap,terletak pada lidah.
    5.Twakindrya adalah indra pengenal melalui sentuhan,terletak pada kulit.

    Panca Kamendrya terdiri dari:
    1.Panindrya,adalah indra penggerak pada tangan.
    2.Padendrya adalah indra penggerak pada kaki.
    3.Garhendrya adalah indra penggerak pada perut.
    4.Upasthendrya adalah indra penggerak pada kemaluan laki-laki dan
    Bhagendrya pada kemaluan perempuan.
    5.Pagwindrya,adalah indra penggerak pada dubur.

    Antakarana Sarira adalah lapisan yang paling halus yaitu Atman.

    Fungsi dari masing-masing bagian dari Tri Sarira adalah mempunyai fungsi yang berbeda-beda,namun dalam satu-kesatuan. Stula Sarira dan Suksma Sarira merupakan alat dari Antakarana Sarira (Jiwatman).

    Sejarah Agama Hindu di Indonesia

    Agama Hindu pertama kali muncul di lembah sungai Sindhu. Diwahyukan oleh Tuhan kepada Para Maharesi. Kata Hindu berasal dari kata Sindhu,tetapi oleh orang Persia melapalkan S dengan H. Jadi mereka mengucapkan Sindhu dengan Hindu. Agama Hindu juga disebut Sanatana Dharma artinya agama yang kekal dan abadi.
    Masuknya pengaruh Hindu ke Indonesia adalah melalui jalur pedagangan. Sebelum masuknya pengaruh Hindu,di Indonesia belum mengenal sistim kerajaan ,yang ada hanya desa-desa yang dipinpin oleh kepala-kepala suku. Setelah masuknya pengaruh Hindu,barulah berdiri kerajaan yang mana kerajaan Hindu yang pertama adalah Kerajaan Kutai.

    Kerajaan Hindu di Kutai

    Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu yang pertama dan tertua di Indonesia. Berdiri pada sekitar tahun 400 Masehi. Terletak di Muarakaman,di tepi sungai Mahakam,Kalimantan Timur.
    Kerajaan Kutai dapat diketahui dari peninggalan berupa 7 (tujuh) buah prasasti (batu tulis) di Muarakaman. Prasasti itu berbentuk yupa (yaitu tugu peringatan upacara kurban). Prasasti itu berbahasaSanskerta dan berhuruf Pallawa dari India Selatan. Diperkirakan pembuatannya pada sekitar tahun 400 Masehi.
    Pada salah satu Prasasti disebutkan bahwa raja Kutai yang pertama bernama Kudungga. Kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Aswawarman. Kemudian Raja Aswawarman digantikan oleh putranya yang bernama Mulawarman.
    Diceritakan juga bahwa Raja Mulawarman adalah raja yang sangat mulia dan baik budinya. Beliau memerintah dengan arif dan bijaksana.
    Dalam salah satu prasasti juga diceritakan bahwa Raja Mulawarman pernah memberi sedekah 20.000 ekor lembu kepada para Brahmana bertempat di lapangan suci Waprakeswara. Tempat ini adalah untuk memuliakan Dewa Siwa. Hal ini menunjukan bahwa Raja Mulawarman mempunyai hubungan yang baik dengan para Pendeta Hindu. Raja Mulawarman inilah yang memerintahkan untuk membuat tujuh prasasti tersebut.

    Kerajaan Hindu di jawa barat

    Perkembangan Agama Hindu di Jawa Barat mulai sekitar abad V (lima) Masehi. Kerajaan Hindu pertama di Jawa Barat adalah Kerajaan Tarumanegara dengan rajanya yang bernama Purnawarman .
    Disini ditemukan 7 (tujuh) buah prasasti batu yang disebut Saila Prasasti yaitu: Prasasti Ciaruteun,Kebonkopi,Jambu,Pasirawi,Muara Cianter (ditemukan di Bogor),Prasasti Tugu (ditemukan di Jakarta),dan Prasasti Lebak (ditemukan di Banten Selatan).
    Pada prasasti Ciaruteun yang ditemukan didekat bogor,menyebutkan bahwa Purnawarman adalah raja yang gagah berani bagaikan Dewa Wisnu. Prasasti tersebut berbentuk syair,berhurup Pallawa dan berbahasa Sanskerta.
    Demi kemakmuran rakyatnya,raja Purnawarman membangun sungai gomati,yang panjangnya 12 km dalam waktu 21 hari. Sungai itu terletak di samping sungai Candrabaga (Bekasi). Pekerjaan itu ditutup dengan memberikan hadiah 2000 ekor lembu kepada para brahmana.
    Selain kerajaan Tarumanegara,di Jawa Barat juga pernah berdiri Kerajaan Pajajaran,yang mencapai puncak kejayaan pada jaman pemerintahan Prabu Siliwangi. Bedasarkan kepercayaan Prabu Siliwangi diyakini moksa di Gunung Salak.,Desa Taman Sari,Bogor,Jawa Barat. Di lokasi moksanya Prabu Siliwangi didirikan palinggih khusus untuk memuja Prabu Siliwangi. Sekarang setelah dipugar bernama Pura Jagatkarta.

    Kerajaan Hindu di Jawa Tengah

    Setelah Kerajaan Tarumanegara tenggelam,munculah kerajaan di Jawa Tengah sekitar tahun 650 Masehi atau sekitar abad ke 7 Masehi. hal ini dibuktikan dengan penemuan Prasasti Tukmas di lereng Gunung Merbabu. Prasasti itu berhurup Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Isinya tentang pujian kepada Sungai Gangga,dan berisi gambar atribut Dewa Tri Murti berupa : tri sula,kendi,cakra,kapak,dan bunga teratai.
    Setelah Prasasti Tukmas,kemudian muncullah Prasasti Canggal yang dikeluarkan oleh Raja Sanjaya,dari Kerajaan Mataram Kuno/Kerajaan Medang Kemulan. Prasasti ini menggunakan tahun Candra Sangkalayang berbunyi,"Sruti Indra Rasa" yang bermakna tahun 654 Saka,atau 732 Masehi. Prasasti ini memuat 3 (tiga) bait syair pemujaan terhadap Dewa Siwa,satu bait untuk Dewa Brahma dan satu bait untuk Dewa Wisnu. Jadi Raja Sanjaya memuja Dewa Tri Murti dengan menonjolkan Dewa Siwa. Kerajaan Mataram Kuno yang disebut juga Medang Kemulan diperintah oleh keluarga Sanjaya yang beragama Hindu dan keluarga Syailendra yang beragama Bhuda. Sebelumnya yang menjadi raja di Medang kemulan adalah Sanna,kemudian beliau digantikan oleh keponakannya yaitu sanjaya yang merupakan anak dari saudara perempuan Sanna. Kerajaan Mataram Kuno mencapai puncak kejayaan saat diperintah oleh Rakai Pikatan,putra dari Raja Sanjaya,ibunya bernama Pramowardani adalah putri dari Raja Samaratungga. Pada Pemerintahan Rakai Pikatan inilah banyak didirikan bangunan-bangunan suci seperti: Candi Prambanan,Candi Bima,Candi Arjuna,Candi Sinta,Candi Srikandi,dan candi-candi lain di Pegunungan Dieng.

    Kerajaan Hindu di Jawa Timur

    Kanjuruhan
    Awal perkembangan Agama Hindu di Jawa Timur dimulai dari Kota Malang Jawa Timur dengan diketemukannya sebuah Prasasti yang bernama Prasasti Dinoyo. Prasasti Dinoyo bertuliskan angka tahun 760 Masehi. Isi Prasasti Dinoyo adalah:
    1. Terdapat kerajaan yang berpusat di Kanjuruhan dengan rajanya bernama Dewa Simha, Dewa Simha adalah Raja yang menganut agama Hindu dengan memusatkan pemujaan kepada Dewa Siwa.
    2. Tentang pembuatan arca Maharsi Agastya yaitu sebuah arca yang berwujud Resi Agastya sebagai penghormatan atas jasanya menyebarkan dan mengajarkan Agama Hindu dari India ke Indonesia ( Nusantara ).
    Dewa Simha berputra seorang yang bernama Liswa. Setelah dilantik menjadi raja, Liswa bergelar Gajayana. Liswa mempunyai seorang putri yang bernama Uttejana. Raja Gajayana mendirikan sebuah tempat pemujaan untuk Rsi Agastya yang terbuat dari kayu cendana kemudian diganti dengan arca dari Batu Hitam. Arca Agastya diresmikan tahun 760 Masehi.

    Isana Wangsa/Empu Sendok
    Stelah Raja Dewa Simha yang menganut agama Hindu, perkembangan Agama Hindu selanjutnya di Jawa Timur disusul dengan munculnya Dinasti Isana Wamsa. Yang menjadi pendiri adalah Empu Sendok. Empu Sendok sangat memuliakan Dewa Siwa. Mpu Sendok memerintah pada tahun 929-974 Masehi dengan gelar “Sri Isana Tunggadewa Wijaya” Dharmawangsa Teguh
    Raja Darmawangsa Teguh dalam masa pemerintahannya sangat memperhatikan perkembangan karya-karya sastra. Pada masa pemerintahan Darmawangsa Teguh, karya sastra besar dari India yaitu Ramayana dan Mahabharata dikaji oleh ahli-ahli sastra (pengawi) di Indonesia selanjutnya digubah dari yang dahulunya berbahasa Sanskerta digubah menggunakan Bahasa Jawa Kuno. Yang memprakarsai kegiatan menggubah karya sastra hasil karya Bhagawan Byasa menjadi karya yang berbahasa Jawa Kuno diistilahkan dengan “ Mangjawaken Byasa Katha” yang artinya mermbahasa Jawakan karya-karya Bhagawan Byasa dan karya Bhagawan Walmiki yang dulunya berbahasa Sanskerta.

    Prabhu Airlangga 
    Setelah Raja Darmawangsa Teguh berkuasa dilanjutkan lagi perkembangan agama Hindu di Jawa Timur dengan munculnya Prabhu Airlangga. Pada masa pemerintahan Prabhu Airlangga di Jawa Timur selalu memberikan kemakmuran kepada dunia. Atas jasa yang dilakukan oleh Prabhu Airlangga maka Prabhu Airlangga diarcakan (dibuatkan arca yang menggambarkan Prabhu Airlangga) dalam wujud Garuda Wisnu yaitu Wisnu mengendarai Garuda.

    Kerajaan Kediri
    Pada masa kerajaan Kediri yang juga menganut agama Hindu, banyak muncul karya sastra pada masa itu. Pengawi/pengarang yang sangat terkenal pada masa jayanya Kerajaan Kediri adalah Empu Sedah dan Empu Panuluh yang mengarang karya besar yang berjudul Kakawin Bharatayudha.

    Kerajaan Singosari
    Setelah Kerajaan Kediri runtuh, muncul lagi Kerajaan yang bercorak Hindu adalah Kerajaan Singosari pada tahun 1222 Masehi . Kerajaan Singosari didirikan oleh Ken Arok. Ken Arok sebagai Raja di Kerajaan Singosari pada masa pemerintahannya didampingi oleh para Purohita. Purohita berarti pendeta penasehat Raja.
    Pada jaman Kerajaan Singosari banyak dibangun bangunan suci Hindu berupa candi seperti:

    a. Candi Kidal,
    b. Candi Jago, dan
    c. Candi Singosari. 
    Kerajaan Majapahit
    Setelah runtuhnya Kerajaan Singosari, pada tahun 1293 muncullah kerajaan Majapahit. Pada jaman Kerajaan Majapahit, kehidupan beragama Hindu sangat mantap berkat pembinaan dari pendeta yang mendampingi raja dalam menjalankan pemerintahan. Masa kejayaan Kerajaan Majapahit yakni pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Pada masa itu wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit mencakup seluruh Nusantara bahkan sampai ke Brunei Darussalam, Serawak, Kamboja dan Malaysya. Raja Hayam Wuruk pada masa pemerintahannya didampingi oleh Maha Patih Gajah Mada. Gajah Mada adalah Maha Patih yang gagah berani dan kuat yang terkenal dengan Sumpah Palapa yang bertujuan untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan lain agar mau tunduk kepada kekuasan Raja Majapahit. Sumpah Palapa dilaksanakan oleh Gajah Mada selama 21 tahun yakni antara tahun Saka 1258 sampai 1279 Saka.

    Isi Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Maha Patih Gajah Mada, sebagai berikut:

    Lamun huwus kalah Nusantara insun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, Ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti Palapa.

    Artinya:
    Kalau sudah kalah Nusantara Hamba memakan Kelapa, kalau kalah di Gurun=Lombok, di Seran=Seram, Tanjung Pura=Kalimantan, di Haru=Sumatra Utara, di Pahang=Malaya, Dompo=Dompu/Sumbawa, di Bali, di Sunda, Palembang (Sriwijaya), Tumasik=Singapura semuanya itu baru Hamba akan memakan Kelapa.

    Hasil dari Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Maha Patih Gajah Mada terbukti yaitu Bali dapat ditaklukkan pada tahun 1265, Dompu dan Pasunda dapat ditaklukkan pada tahun 1279 Saka atau 1375 Masehi.
    Selain dapat menaklukkan kerajaan-kerajaan di Nusantara bahkan sampai ke Malaysya, Singapura, pada masa kejayaan Raja Hayam Wuruk banyak karya sastra Hindu yang fundamental digubah pada masa itu, misalnya:
    a. Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular,
    b. Kakawin Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa,
    c. Kitab Nagara Kertagama karya Mpu Prapanca, dan
    d. Didirikannya Candi Besar yaitu Candi Penataran di Blitar

    Kerajaan Hindu di Bali

    Sri Kesari Warmadewa
    Di Bali terdapat sebuah kerajaan yang menganut agama Hindu yang diperkiran sudah muncul pada abad ke-8. . Hal ini dapat diketahui dengan diketemukannya sebuah Prasasti Blanjong. Prasasti Blanjong tersimpan di sebuah Pura yang bernama Pura Blanjong yang terletak di Blanjong daerah Sanur. Prasasti Blanjong berbentuk Silinder ( bulat panjang ) yang berisi tulisan Bali Kuno dan berbahasa Sanskerta. Dalam Prasasti Blanjong dijelaskan bahwa nama Raja Bali waktu itu bergelar Warmadewa. Rajanya bernama Sri Kesari Warmadewa dengan pusat pemerintahannya berada di Singhamandawa. Nama Warmadewa mulai muncul pada tahun 835 Saka.
    Selain itu diketemukan juga cap-cap kecil yang tersimpan di dalam stupa yang terbuat dari tanah liat bertuliskan mantra Budha yang disebut Ye Te Mantra.

    Sri Maharaja Sriwijaya Mahadewi
    Setelah raja Sri Kesari Warmadewa, di Bali pada tahun 905 Saka atau 983 Masehi muncul seorang raja yang menganut agama Hindu. Raja tersebut adalah raja perempuan (ratu) yang bernama Sri Maharaja Sriwijaya Mahadewi. Udayana Mahadewa
    Setelah pemerintahan Sriwijaya Mahadewi muncul nama raja Udayana Warmadewa yang didampingi oleh permaisurinya bernama Sri Gunapriya Dharmapatni.
    Raja Udayana memiliki putra bernama Marakata dan Anak Wungsu. Marakata menggantikan Udayana Warmadewa sebagai raja di Bali. Anak Wungsu
    Anak Wungsu adalah anak dari raja Udayana Warmadewa. Anak Wungsu adalah raja yang paling aktif mencatat peristiwa penting dalam pemerintahannya sehingga Raja Anak Wungsulah yang paling banyak mengeluarkan prasasti.
    Raja Anak Wungsu memerintah di Bali pada tahun 971-999 Saka atau 1049 –1077 Masehi.
    Salah satu prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Anak Wungsu berangka tahun 944 Saka atau 1022 Masehi, dalam prasasti itu memuat Sapata atau kata-kata sumpah yang menyebut nama-nama Dewa Hindu. Adapun isi Sapata itu, seperti: bahwa rakyat Bali percaya dengan Dewa-dewa dan Maharsi seperti percaya dengan Maharsi Agastya.
    Selanjutnya ada sebuah prasasti lagi yang dikeluarkan oleh Raja Anak Wungsu yang berangka tahun 993 Saka atau 1070 Masehi memuat Sapata yang berbunyi “ untuk Hyang Angasti Maharsi dan Para Dewa yang lainnya”. Yang dimaksud Angasti Maharsi dalam prasasti yang dikeluarkan oleh raja Anak Wungsu adalah Maharsi Agastya.

    Raja Bedahulu
    Perkembangan agama Hindu di Bali selanjutnya dipengaruhi dengan munculnya Raja Bedahulu. Raja Bedahulu sangat melegenda di Bali sebagai raja yang ditakuti rakyatnya. Pada masa pemerintahan Raja Bedahulu, rakyat tidak boleh memandang muka atau kepala raja. Sehingga apabila menghadap harus menunduk.
    Raja Bedahulu adalah raja Bali yang terakhir memerintah Bali. Dan pada tahun 1259 Saka atau 1337 Masehi raja Bedahulu bergelar Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten.
    Setelah enam tahun memerintah Bali, pada tahun 1265 Saka atau 1343 Masehi, Raja Bedahulu dapat ditaklukkan oleh Gajah Mada sebagai wujud Sumpah Palapanya. Dan mulai saat itu Bali menjadi daerah kekuasaan kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Sri Kresna Kepakisan
    Setelah Raja Bedahulu dapat ditaklukkan oleh Gajah Mada dan Bali menjadi daerah kekuasaan Majapahit, pemerintahan di Bali dilanjutkan oleh Sri Kresna Kepakisan. Oleh raja Sri Kresna Kepakisan pusat pemerintahan atau kerajaan yang dulunya berada di Samprangan Gianyar dipindahkan ke Gelgel dekat Pura Gelgel Kelungkung. Dalem Waturenggong
    Setelah pemerintahan Sri Kresna Kepakisan, dilanjutkan oleh Raja Dalem Waturenggong. Pusat pemerintahan masih di Gelgel. Pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong, Bali mengalami masa keemasan. Agama Hindu berkembang dengan pesat karena aspek keagamaan ditata kembali oleh Dang Hyang Nirartha sebagai Purohita.
    Peninggalan Hindu terbesar pada jaman Dalem Waturenggong adalah dengan ditatanya kembali Pura Besakih yang merupakan tempat pemujaan umat Hindu di seluruh Dunia.

    Peninggalan-peninggalan Kerajaan Hindu di Indonesia Sebelum Kemerdekaan

    Peninggalan Kerajaan Hindu sebelum Kemerdekaan akan diklasifikasikan sebagai berikut:
    a.Masa Pemerintahan Kerajaan Kutai:
    - diketemukannya Yupa sebanyak 7 buah. b.Masa Pemerintahan Kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat, berupa:
    - diketemukannya 7 buah prasati batu yang disebut Saila Prasasti, yang terdiri dari:
    a. Prasasti Ciaruteun, b. Prasasti Tugu, c. Prasasti Kebon Kopi, d. Prasasti Pasir Awi, e. Prasasti Muara Cianten, f. Prasasti Lebak, dan g. Prasasti Jambu.
    a.Peninggalan Kerajaan Hindu di Jawa Tengah, meliputi:
    1. Prasasti, yang meliputi Prasasti Tuk Mas dan Prasasti Canggal,
    2. Bangunan Suci, meliputi: Candi Prambanan atau Candi Loro Jonggrang.
    b.Peninggalan Kerajaan Hindu di Jawa Timur, meliputi:
    3. Arca, seperti arca Garuda Wisnu, Arca Rsi Agastya dan Patung Kepala Gajah Mada,
    4. Bangunan Suci berupa Candi Penataran
    Karya Sastra, meliputi: 

    a. Kakawin Bharatayuda karya Empu Sedah dan Empu Panuluh,
    b. Kakawin Sutasoma karya Empu Tantular,
    c. Kakawin Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa.
    c.Peninggalan Kerajaan Hindu di Bali, meliputi:
    5. Arca berupa perwujudan Maharsi Agastya,
    6. Prasasti yaitu Prasasti Blanjong Sanur,
    7. Cap-cap kecil yang berisi mantra-mantra Budha,
    8. Prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Marakata dan Anak Wungsu yang berisi sapata yang menyebutkan Dewa-dewa Hindu dan Maharsi Agastya,
    9. Bangunan Suci seperti: Pura Sad Kahyangan, Pura Dang Kahyangan dan Pura Besakih,
    10. Peninggalan berupa Candi yakni Candi tebing yang bernama Candi Gunung Kawi. 

    PANCA YADNYA

    Arti Panca Yadnya 
    Kata Panca Yadnya terdiri dari dua kata, yaitu kata Panca dan Yadnya. Panca berarti Lima, Yadnya berarti persembahan suci. Kata Yadnya berasal dari Bahasa Sanskerta dari urat kata Yaj dan masuk dalam kelas kata maskulinum yang berarti orang yang berkorban.
    Jadi Panca Yadnya berarti lima persembahan suci dengan tulus ikhlas.
    Dalam melaksanakan sebuah Yadnya hendaknya diketahui syarat-syarat Yadnya. Adapun syarat-syarat sebuah yadnya, meliputi:

    a. Harus dilandasi dengan keikhlasan yang disertai kesucian hati,
    b. Didasari dengan cinta kasih yang diwujudkan dengan rasa bhakti yang tulus, cinta kepada sesama, cinta kepada binatang dan cinta kepada lingkungan,
    c. Yang harus dilakukan sesuai kemampuan agar tidak menjadi beban bgi kita,
    d. Beryadnya harus dilandasi perasaan beryadnya sebagai sebuah kewajiban.

    Jenis-jenis Panca Yadnya
    Sebelum membahas jenis-jenis Panca Yadnya dan penjelasannya, akan dijelaskan terlebih dahulu latar belakang munculnya Yadnya. Pada setiap manusia yang terlahir ke dunia ini sudah membawa hutang yang jumlahnya tiga yang disebut Tri Rna. Tentang Tri Rna dimuat dalam Kitab Manawa Dharmasastra VI.35, sebagai berikut:
    Rinani trinyapakritya manomok-
    Se niwecayet
    Anapakritya moksam tu sewama-
    No wrajatyadhah

    Artinya:
    Kalau ia telah membayar tiga macam hutangnya ( kepada Tuhan, kepada Leluhur dan kepada Orangtua), hendaknya ia menunjukkan pikirannya untuk memcapai kebebasan terakhir, ia yang mengejar kebebasan terakhir itu tanpa menyelesaikan tiga macam hutangnya akan tenggelam ke bawah.

    Tri Rna Adalah tiga macam hutang yang dibawa sejak lahir, meliputi:

    a. Dewa Rna yaitu hutang kepada para Dewa/Ida Sang Hyang Widhi karena telah menciptakan dan memberikan kita hidup.
    b. Pitra Rna yaitu hutang kepada Leluhur baik yang sudah meninggal maupun orangtua yang masih hidup. Kita berhutang kepada leluhur karena Beliau telah menghidupi kita, merawat, mendidik, mengasuh dari sejak dalam kandungan sampai menjadi manusia dewasa.
    c. Rsi Rna yaitu hutang kepada para Resi pendahulu kita yang telah menerima wahyu Tuhan berupa Weda sehingga kita memahami ajaran agama maupun kepada para sulinggih yang telah menyucikan hidup kita.

    Karena adanya hutang inilah dalam ajaran agama Hindu diharapkan dapat dibayar dengan melaksanakan Panca Yadnya. Bagian Panca Yadnya terdiri dari Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa yadnya dan Bhuta Yadnya.
    Maka Dewa Rna dibayar dengan Dewa yadnya dan Bhuta yadnya, Pitra Rna dibayar dengan Pitra yadnya dan Manusa yadnya, terakhir Rsi Yadnya digunakan untuk membayar Rsi Rna.
    Untuk lebih memahami Tri Rna dan Panca Yadnya, disajikan 2 Pupuh Kumambang seperti di bawah ini:

    Pupuh Kumambang

    1. Teri Rena tetiga utange sami,
    Siki Dewa Rena,
    Pitra Rena kaping kalih,
    Resi Rena nomer tiga.

    2. Ngiring taur utange punika sami,
    Srana Panca Yadnya,
    Ring Dewa Pitara Resi,
    Ring Manusa Miwah Bhuta.


    Dari pupuh di atas dapat kita rinci bagian Panca Yadnya meliputi:
    1. Dewa Yadnya :adalah persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi dan para Dewa. Yadnya kepada Ida Sang Hyang Widhi dapat dilakukan setiap hari nitya karma engan Tri Sandhya setiap hari, juga dapat dilakukan dengan cara berkala naimitika karma. Seperti dengan melaksanakan: melaksanakan upacara pada hari Purnama, Tilem, piodalan di Pura, Siwaratri, Saraswati, Galungan, Kuningan.

    Tujuan melaksanakan Dewa Yadnya adalah:

  • untuk mengucapkan terima kasih,
  • memohon agar dijauhkan dari mara bahaya,
  • memohon pengampunan,
  • memohon anugrah kepada Ida Sang Hyang Widhi dan manifestasi-Nya.
  • 2.Pitra yadnya: adalah persembahan kepada para leluhur dan Bhetara-bhetari. Pelaksanaan Pitra Yadnya dapat dilakukan dengan:
  • a.menunjukkan prilaku yang luhur dalam kehidupan sehari-hari sebagai wujud bakti kepada leluhur yang masih hidup,
  • b.melakukan upacara kematian terhadap leluhur yang telah meninggal dapat dilakukan dengan dua cara, meliputi; upacara penguburan mayat dan upacara pembakaran mayat. Upacara penguburan dan pembakaran mayat disebut dengan nama Upacara Ngaben.

  • Upacara Ngaben dalam pelaksanaannya terdiri dari dua tahap yaitu:

    a. Sawa Wedana yaitu upacara pembakaran/penguburan badan kasar sebagai simbul atau makna mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta ke asalnya.
    b. Atma Wedana yaitu upacara pembakaran/penguburan tahap kedua yaitu pembakaran badan halus (Suksma Sarira) yang disimbulkan dengan Sekah atau Puspa. Upacara ini lebih dikenal dengan nama Nyekah, Mamaukur, Ngasti, Maligia dan Ngeroras. Tujuan Upacara Atma Wedana adalah untuk meningkatkan status roh leluhur menjadi Dewa Hyang.

    3.Rsi Yadnya adalah persembahan kepada para Resi atau guru yang telah memberikan penyucian. Yang tergolong ke dalam Rsi Yadnya adalah: 

  • a.Upacara Eka Jati atau Mewinten yaitu upacara pengukuhan seseorang menjadi Pinandita atau Pemangku. Tugas dan kewenangan Eka Jati seperti:
  • bertanggung jawab pada pura dimana tempat orang di winten,
  • menyelesaikan upacara di lingkungan masyarakat sekitar.
  • b.Upacara Dwi Jati atau Mediksa yaitu upacara pengukuhan seseorang menjadi Pendeta atau sulinggih dengan kewenangan Ngloka pala sraya yang berarti tempat bagi masyarakat untuk memohon bantuan petunjuk agama.

  • Kewenangan seseorang yang sudah Dwi Jati, adalah:
  • menyelesaikan/muput suatu upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat,
  • memberikan pencerahan, pembinaan tentang ajaran agama dan bagaimana mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari kepada umat,
  • berhak mendapatkan Daksina,
  • berhak mendapatkan punia dan menerima Resi Bojana.

  • 4.Manusa Yadnya :adalah persembahan untuk kesucian lahir batin Manusia. Contoh-contoh pelaksanaan yadnya yang termasuk Manusa Yadnya, seperti:

    a. Upacara Bayi dalam kandungan (Garbha Wadana/pagedong-gedongan).
    b. Upacara bayi baru lahir,
    c. Upacara kepus puser,
    d. Upacara bayi berumur 42 hari (tutug kambuhan),
    e. Upacara bayi berumur 105 hari (Nyambutin)
    f. Upacara bayi satu oton ( otonan),
    g. Upacara meningkat remaja ( yang laki disebut Ngraja Singa, yang wanita disebut Ngraja Sewala),
    h. Upacara potong gigi ( matatah, mapandes, masangih), i. Upacara perkawinan (wiwaha)
    5.Bhuta Yadnya : adalah persembahan kepada para Bhuta kala dan makhluk bawahan. Yang termasuk pelaksanaan Bhuta Yadnya, seperti:
    a. Upacara Mecaru,
    b. Ngaturang Segehan,
    c. Upacara Taur
    d. Upacara Panca Wali Krama (dilaksanakan setiap 10 tahun sekali di Pura Agung Besakih)
    e. Upacara Eka Dasa Rudra (dilaksanakan setiap 100 tahun sekali di Pura Agung Besakih).

    Pelaksanaan Panca Yadnya dalam Kehidupan Sehari-hari
    Dalam pelaksanaan sebuah Yadnya tidak dapat dipisah-pisahkan. Artinya dalam melaksanakan satu Yadnya pasti yadnya yang lain dilaksanakan juga. Contohnya kita melaksanakan Dewa Yadnya seperti odalan di Pura. Odalan di Pura termasuk Dewa Yadnya. Dalam rangkaian upacara odalan di Pura diisi juga dengan upacara mecaru. Mecaru adalah pelaksanaan Bhuta Yadnya.
    Jadi dalam Upacara Dewa Yadnya diisi juga dengan melaksanakan Bhuta Yadnya. Demikian juga yadnya yang lainnya. 1. Contoh-contoh pelaksanaan Dewa yadnya dalam kehidupan sehari-hari, seperti:
    a. Melakukan Tri Sandya tiga kali dalam sehari,
    b. Selalu berdoa sebelum melakukan kegiatan,
    c. Memelihara kebersihan tempat suci,
    d. Mempelajari dan mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari,
    e. Melaksanakaan persembahyangan pada hari-hari suci seperti Purnama, Tilem, Galungan, Kuningan, dll.

    2.Contoh-contoh pelaksanaan Pitra Yadnya dalam kehidupan sehari-hari:

    a. Berpamitan kepada orangtua kita sebelum berangkat kemanapun,
    b. Menghormati orangtua dan melaksanakan perintahnya,
    c. Menuruti nasehat orangtua,
    d. Membantu dengan suka rela pekerjaan yang sedang dilakukan oleh orangtua,
    e. Merawat orangtua yang sedang sakit, dll

    3.Contoh-contoh pelaksanaan Rsi Yadnya dalam kehidupan sehari-hari, seperti:

    a. Rajin belajar,
    b. Belajar yang tekun,
    c. Menghormati Guru,
    d. Menuruti peritah guru,
    e. Mentaati dan mengamalkan ajarannya,
    f. Memelihara kesehatan dan kesejahteraan orang suci seperti sulinggih, pemangku, dll.

    4. Contoh-contoh pelaksanaan Manusa Yadnya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya:

    a. Tolong menolong antar sesama,
    b. Belas kasihan terhadap orang yang menderita,
    c. Saling menghormati dan menghargai sesama,
    d. Rajin merawat diri,
    e. Melaksanakan upacara untuk meningkatkan kesucian diri, seperti; metatah, mewinten, meotonan, dll.

    5. Contoh-contoh pelaksanaan Bhuta yadnya dalam kehidupan sehari-hari, seperti:

    a. Merawat dan memelihara tumbuh-tumbuhan dengan baik,
    b. Merawat binatang peliharaan dengan baik,
    c. Menjaga kebersihan lingkungan,
    d. Menyayangi makhluk lain, dll.

    CATUR GURU

    Arti Catur Guru
    Catur Guru berasal dari Bahasa Sanskerta dari kata Catur yang sama artinya dengan kata Catus dan Cadhu yang berarti empat. Sedangkan kata Guru berasal dari dua suku kata Sanskerta yaitu Gu dan Ru yang merupakan kependekan dari kata Gunatitha yang berarti tidak terbelenggu oleh materi. Ru kependekan dari kata Rupavarjitha yang artinya mampu mengubah (menyebrangkan) orang lain dari lautan sengsara ( Menurut Satguru Sathya Narayana). Guru juga berarti orang yang digugu dan ditiru ( Menurut Ki Hajar Dewantara ).
    Jadi Catur Guru berarti empat Guru yang harus dihormati di dalam mencari kesucian serta keutamaan hidup. Bagian-bagian Catur Guru: 
    Yang termasuk dalam bagian-bagian Catur Guru, adalah:

    a. Guru Rupaka atau Guru Reka adalah orangtua kita,
    b. Guru Pengajian adalah guru yang mengajar di sekolah,
    c. Guru Wisesa adalah pemerintah,
    d. Guru Swadhyaya adalah Ida Sang Hyang Widhi.

    1.Guru Rupaka adalah orangtua kita. Disebut guru Rupaka karena Beliau yang ngerupaka atau ngereka dari tidak ada menjadi ada. Orangtua kita sesungguhnya sangat besar jasanya bagi kita. Karena saking besarnya jasa orangtua rasanya seribu kali kelahiranpun belum bisa kita akan membayar hutang kepada orangtua. Secara umum orangtua kita memiliki 5 jasa kepada kita yang disebut Panca Widha. Panca Widha adalah lima jasa orangtua yang terdiri dari:

  • 1.Ametwaken artinya berjasa telah melahirkan kita,
  • 2.Matulung Urip artinya orangtua kita berjasa telah menolong jiwa dari bahaya,
  • 3.Maweh Bhinojana artinya orangtua kita sudah berjasa karena telah memberi makan dan minum,
  • 4.Anyangaskara artinya orangtua kita telah berjasa dengan mengupacarai dengan upacara Manusa Yadnya, dan
  • 5.Mangupadhyaya artinya orangtua kita telah berjasa karena telah mendidik dan mengajar dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak tahu menjadi tahu. Sehingga orangtua kita adalah pendidik yang pertama dan utama.
  • 1.Guru Pengajian berarti guru yang telah memberikan pelajaran di sekolah. Yang termasuk Guru Pengajian adalah; Guru TK, Guru SD, Guru SMP, Guru SMA, Dosen, Kepala Sekolah, Rektor. Guru Pengajian mengajari kita cara membaca, menulis, berhitung dan lain-lain. 3.Guru Wisesa adalah Pemerintah. Disebut Guru Wisesa karena Guru itulah yang ngawisesa atau memerintah, melayani, menciptakan ketentraman dan kesejahteraan masyarakat. Yang termasuk dalam golongan Guru Wisesa, seperti:
    a. Polisi,
    b. Satpol PP,
    c. Angkatan Darat, angkatan Laut, Angkatan Udara,
    d. Kelian Banjar Dinas/Adat,
    e. Perbekel/Kepala Desa/Lurah,
    f. Camat,
    g. Bupati,
    h. Gubernur,
    i. Presiden,
    j. DPR,
    k. MPR,
    l. DPD,
    m. Para Menteri, dll

    4.Guru Swadhyaya adalah Ida Sang Hyang Widhi. Ida Sang Hyang Widhi yang menciptakan segala isi dunia ini dengan penuh kasih sayang. Tuhan yang menciptakan keindahan alam, laut, sungai, gunung, bulan, bintang dan planet-planetnya.

    Contoh-contoh Sikap Bhakti kepada Catur Guru

    1.Contoh-contoh sikap Bhakti kepada Guru Rupaka: :
    a. Merapikan tempat tidur,
    b. Menyapu lantai dan halaman,
    c. Membantu Ibu mencuci piring,
    d. Berpakaian sendiri,
    e. Berpamitan kepada orangtua kita akan berangkat kemanapun,
    f. Menuruti perintah dan nasehat orangtua, dll

    2.Contoh-contoh sikap Bhakti kepada Guru Pengajian:

    a. Belajar dengan tekun,
    b. Tidak menyia-nyiakan waktu,
    c. Patuh terhadap nasehat guru,
    d. Tidak melanggar perintah dan peraturan sekolah,

    3.Contoh-contoh sikap Bhakti kepada Guru Wisesa:

    a. Rela berkorban demi kepentingan Negara,
    b. Taat membayar pajak,
    c. Menghormati jasa-jasa pahlawan,
    d. Tidak korupsi,
    e. Mematuhi peraturan lalu lintas, dll
    4.Contoh-contoh sikap Bhakti kepada Guru Swadhyaya::
    a. Melaksanakan Puja Tri Sandhya dengan tertib dan benar,
    b. Rajin berdoa,
    c. Rajin melaksanakan Japa,
    d. Meyakini keberadaan Ida Sang Hyang Widhi, dll

    ALAM SEMESTA

    Unsur-unsur Bhuana Agung dan Bhuana Alit
    Unsur-unsur Bhuana Agung
    Bhuana Agung disebut juga dengan Macrocosmos, jagat raya, alam semesta atau alam besar yang kita muliakan karena keluhuran dan kemampuannya memberikan kehidupan kepada semua makhluk tanpa henti-hentinya.
    Terjadinya Bhuana Agung diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi pada waktu Sresti atau penciptaan, dan masa Sresti disebut Brahma Dewa yaitu siang hari Brahma. Dan segala yang diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi di Bhuana Agung ini akan kembali/lebur disebut dengan istilah Pralaya (kiamat), masa Pralaya disebut Brahma Nakta atau malam hari Brahman.
    Satu lingkar dari Pencitaan (Utpti), pemeliharaan ( Sthiti) dan Peleburan (Pralina) dari alam semesta atau Bhuana Agung disebut Akalpa yaitu sehari dan semalam Brahman disebut Brahman Kalpa.
    Proses terciptanya Bhuana Agung diawali ketika dunia ini belum ada apa-apa, yang ada hanyalah Ida Sang Hyang Widhi dalam wujud Nirguna Brahman, artinya Tuhan dalam wujud sepi, kosong, sunyi dan hampa. Kemudian Ida Sang Hyang Widhi menjadikan dirinya sendiri menjadi Saguna Brahman. Artinya Tuhan sudah mulai beraktifitas. Selanjutnya Tuhan menciptakan dua unsur yaitu Purusa dan Prakerti atau unsur Cetana dan Acetana.
    Unsur Purusa atau Cetana adalah unsur dasar yang bersifat kejiwaan, sedangkan unsur Prakerti atau Acetana adalah unsur dasar yang bersifat kebendaan. Unsur Prakerti memiliki Tiga Guna yang disebut Tri Guna, yang terdiri dari:
    a. Satwam yaitu sifat dasar terang, bijaksana,
    b. Rajas adalah sifat dasar aktif, dinamis dan rajin,
    c. Tamas adalah sifat dasar berat, malas dan lamban.

    Dengan adanya Tri Guna pada Bhuana Agung yang didominasi oleh unsur Sattwam menyebabkan lahirnya Mahat yang berarti Maha Agung.
    Dengan adanya Mahat di Bhuana Agung melahirkan Budhi yaitu benih kejiwaan tertinggi yang berfungsi untuk menentukan keputusan. Budhi melahirkan Ahamkara yaitu asas individu, ego, yang berfungsi untuk merasakan. Selanjutnya Ahamkara melahirkan Manas yaitu alam pikiran yang gunanya untuk berpikir.
    Setelah lahirnya Manas lahirlah Panca Tan Matra yaitu lima benih unsur yang sangat halus, yang terdiri atas:
    a. Sabda Tan Matra; benih suara,
    b. Rupa Tan Matra; benih warna,
    c. Rasa Tan Matra; benih rasa,
    d. Gandha Tan Matra; benih bau,
    e. Sparsa Tan Matra; benih sentuhan/peraba.

    Dari Panca tan Matra berevolusi menjadi unsur dasar yang besar berjumlah lima unsur disebut Panca Maha Bhuta, yang terdiri dari:
    a. Pretiwi atau unsur padat yang timbul dari kelima unsur Tan Matra
    b. Apah atau unsur cair yang timbul dari Sabda, Rupa dan Rasa Tan Matra,
    c. Teja atau unsur panas ditimbulkan oleh Sabda dan Rupa Tan Matra,
    d. Bayu atau hawa ditimbulkan oleh Sabda dan Sparsa Tan Matra,
    e. Akasa/Ether ditimbulkan oleh unsur Sabda dan Sparsa Tan Matra.

    Dengan munculnya Panca Maha Bhuta berkembanglah menjadi Bhuana Agung dengan segala isinya seperti; matahari, bumi, bulan, planet-planet yang ada di jagat raya ini. Sehingga Dunia ini adalah Brahmanda atau telurnya Ida Sang Hyang Widhi.
    Kalau digambarkan Proses terbentuknya Bhuana Agung akan berbentuk seperti bagan di bawah ini:

    Unsur-Unsur Bhuana Alit
    Bhuana alit berarti alam kecil atau dunia kecil. Yang termasuk Bhuana Alit adalah tubuh manusia, hewan dan tumbuhan. Manusia merupakan bentuk dari Bhuana Alit adalah makhluk yang tertinggi karena manusia memiliki kelebihan dibandingkan dengan makhluk lainnya. Kelebihan manusia adalah memiliki Tri Premana, yaitu:
    a. Bayu; tenaga,
    b. Sabda; suara
    c. Idep; pikiran /akal.

    Bhuana Alit atau tubuh manusia, tumbuhan dan binatang terbentuk sama seperti Bhuana Agung yaitu pertemuan antara Purusa dengan Prakerti atau Cetana dengan Acetana. Unsur Purusa atau Cetana akan membentuk Jiwatman, sedangkan unsur Prakerti atau Acetana akan membentuk badan manusia.
    Dalam Jiwa dan badan manusia terdapat alat batin manusia yang menentukan watak atau karakter seseorang. Tiga alat batin itu bernama Tri Antah Karana yang terdiri atas:
    a. Budhi berfungsi untuk menentukan keputusan,
    b. Manas berfungsi untuk berpikir, dan
    c. Ahamkara fungsinya untuk merasakan dan bertindak.

    Setelah bertemunya Purusa dengan Prakerti ditambah denga Tri Antah Karana, disusul pula dengan masuknya unsur Panca Tan Matra yang akan menjadi Indria penilai yang disebut Panca Bhudindria, yaitu:
    a. Sabda Tan Matra menjadi Srotendria yaitu indria yang terletak di telinga,
    b. Sparsa Tan Matra menjadi Twak indria yaitu indria yang terletak di kulit,
    c. Rupa Tan Matra menjadi Caksu indria yaitu indria yang terletak di mata,
    d. Rasa Tan Matra menjadi Jihwendria yaitu indria yang terletak pada lidah, dan
    e. Gandha Tan Matra menjadi Ghranendria yaitu indria yang terletak di kulit.

    Selanjutnya Panca Tan Matra berkembang menjadi Panca Maha Bhuta sehingga menjadi unsur pembentuk tubuh atau jasmani manusia, dengan rincian sebagai berikut:
    a. Pertiwi menjadi segala yang bersifat padat dalam tubuh manusia seperti: tulang, otot, daging, kuku dan sebagainya,
    b. Apah menjadi segala yang cair pada tubuh manusia, seperti: keringat, darah, lendir, air kencing, air liur, ludah,dll
    c. Teja menjadi panas/suhu dalam tubuh,
    d. Bayu akan menjadi udara dalam badan yang disebut Prana seperti pernafasan.
    e. Akasa akan menjadi rongga-rongga dalam tubuh manusia, seperti: rongga mulut, rongga hidung, rongga dada dan rongga perut.

    Kalau digambarkan Proses terbentuknya Bhuana Alit akan berbentuk seperti bagan di bawah ini:


    Persamaan dan Perbedaan Bhuana Agung dan Bhuana Alit
    Pada hakekatnya antara Bhuana Agung dengan Bhuana Alit adalah sama, namun setelah menjadi bentuk, fungsi dan pengaruhnya pada kedua alam tersebut ia memiliki perbedaan-perbedaan.Persamaan Bhuana Agung dengan Bhuana Alit
    Dalam proses pembentukannya adalah sama yaitu melalui proses bertingkat yaitu; 1) Ida Sang Hyang Widhi, 2). Purusa, 3). Prakerti, 4). Budhi, 5). Ahamkara, 6). Sabda, 7). Sparsa, 8). Rupa, 9). Rasa, 10). Gandha, 11). Manah, 12). Akasa, 13). Bayu, 14). Teja, 15). Apah, dan 19). Pertiwi.
    Karena proses terjadinya sama maka unsur-unsur dasar tersebut ada pada Bhuana Agung dan Bhuana Alit.
    Untuk lebih jelasnya, di bawah ini disajikan persamaan Bhuana Agung dengan Bhuana Alit dalam bentuk tabel, sebagai berikut: 
    NoUnsur dasarBhuana AgungBhuana Alit
    1Pertiwi / unsur padatadaada
    2Apah / unsur cairadaada
    3Teja / unsure panasadaada
    4Bayu / udaraadaada
    5Akasa / ether/kosongadaada
    6Gandha / bauadaada
    7Rasa / rasaadaada
    8Rupa / bentukadaada
    9Sparsa /sentuhanadaada
    10Sabda / suaraadaada
    11Purusaadaada

    Perbedaan Bhuana Agung dengan Bhuana Alit
    Perbedaan antara Bhuana Agung dengan Bhuana Alit terletak pada fungsinya atau kegunaannya.
    Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel di bawah ini:
    NoUnsur dasarBhuana AgungBhuana Alit
    1Pertiwi / unsur padatBerwujud Tanah, dan bebatuan, logam,dllBerwujud tulang, daging, otot
    2Apah / unsur cairBerwujud airBerwujud darah, air liur, air kencing, enzim, keringat,dll
    3Teja / unsure panasBerwujud api, sinar matahari, panas bumiBerwujud suhu tubuh
    4Bayu / udaraBerbentuk angin, udara, gasBerwujud Prana dan Nafas
    5Akasa / ether/kosongBerwujud luar angkasaBerwujud rongga tubuh
    6Gandha / bauBerwujud bauBerwujud indra pencium
    7Rasa / rasaBerwujud rasaBerwujud Indra Pengecap
    8Rupa / bentukBerwujud warna, bayangan, bentukBerwujud indra penglihatan
    9Sparsa /sentuhanBerwujud sentuhan ( tekstur ),Berwujud indra perasa sentuhan
    10Sabda / suaraBerwujud suaraBerwujud indra pendengar
    11PurusaBerwujud jiwa alam yang absolutBerwujud jiwatma
    12Prakerti-Didukung oleh 5 indra pekerja/Panca Karmendria
    13Manah-Berwujud akal pikiran
    14Ahamkara-Berwujud perabaan sifat antara benda satu dengan yang lain berwujud sifat ego
    15BudhiBerwujud RtaBerwujud kebijaksanaan

    Peranan dan fungsi Panca Maha Bhuta dalam pembentukan serta kehidupan Bhuana Agung dan Bhuana Alit
    Panca Maha Bhuta mempunyai peran yang penting dalam pembentukan Bhuana Agung dan Bhuana Alit, karena proses pembentukannya menimbulkan Panca Tan Matra dan Panca Maha Bhuta sehingga terciptalah Bhuana Agung dan Bhuana Alit dengan sifat-sifat atau keadaan yang sama.

    Adapun Peranan dan Fungsi Panca Maha Bhuta adalah:
    a.Segala yang padat pada Bhuana Agung dan Bhuana Alit terjadi dari Pertiwi. Di Bhuana Agung menjadi tanah sebagai tempat makhluk hidup sedangkan di Bhuana Alit menjadi tulang sebagai rangka dan sebagai pelindung organ-organ tubuh yang penting, 
    b.Segala yang cair pada Bhuana Agung dan Bhuana Alit tercipta dari Apah. Di Bhuana Agung menjadi air, sebagai sumber kehidupan makhluk hidup, sedangkan di Bhuana Alit menjadi darah yang berfungsi membawa sari-sari makanan ke seluruh tubuh, 
    d.Segala angin, hawa dan gas pada alam semesta di Bhuana Agung menjadi udara yang sangat diperlukan oleh setiap makhluk untuk pernafasan, sedangkan di Bhuana Alit menjadi nafas dan akan mati bila tidak bernafas, 
    e.Segala yang kosong pada alam dan ronga-rongga pada tubuh manusia terjadi dari unsur Akasa. Di Bhuana Agung menjadi ruang angkasa sebagai tempat planet-planet beredar, sedangkan di Bhuana Alit menjadi rongga-rongga yang berfungsi untuk keluar masuknya udara, seperti rongga hidung.
    c.Segala yang becahaya dan panas pada Bhuana Agung dan Bhuana Alit terjadi dari Teja. Di Bhuana Agung menjadi panas/sinar matahari yang sangat dibutuhkan oleh setiap makhluk untuk proses potosintesis maupun untuk pencegahan polio. Sedangkan di Bhuana Alit menjadi tenaga yang membuat makhluk hidup bisa bergerak, Sumber Buku Semara Ratih Kls.V dan sumber lainnya.

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar