Seks adalah sesuatu yang sakral sehingga tidak boleh dilakukan sembarangan. Di dalam kitab Ayur Weda tertera aturan tentang hubungan seks yang disebut Mithuna. Tidak hanya mengatur soal waktu, tetapi juga pantangan-pantangan dalam berhubungan. Ayur Weda menganjurkan, untuk mendapatkan keturunan yang baik dalam berhubungan seks, sebaiknya tidak dilakukan pada siang hari, saat matahari terbenam (sandya kala), dan saat hari-hari suci yang disebut parwadina.
Hubungan seks hendaknya disesuaikan dengan Rtu Kala, yaitu musim atau fase menstruasi istri yang disebut Mahatika. Hubungan seks yang dilakukan saat menstruasi berdampak kurang baik bagi kesehatan dan aura tubuh. Hubungan seks yang baik, jika dilakukan atas dasar persamaan keinginan (mood), berdasarkan hari baik dan menghindari pantangan-pantangan yang berlaku.
Lontar Usada Bali menyebutkan, hubungan seks tidak baik dilakukan bertepatan dengan hari lahir masing-masing pasangan atau saat wotonan, sebab tidak akan mencapai kebahagiaan, hidup menjadi tidak sehat dan pandek umur. Selain itu juga disebutkan, bahwa persenggamaan tidak boleh dilakukan pada hari Selasa, Rabu dan Sabtu jika hari itu bertemu dengan hari Kliwon, karena tidak bagus untuk keturunan yang dilahirkan nanti.
Hubungan seks hendaknya disesuaikan dengan Rtu Kala, yaitu musim atau fase menstruasi istri yang disebut Mahatika. Hubungan seks yang dilakukan saat menstruasi berdampak kurang baik bagi kesehatan dan aura tubuh. Hubungan seks yang baik, jika dilakukan atas dasar persamaan keinginan (mood), berdasarkan hari baik dan menghindari pantangan-pantangan yang berlaku.
Lontar Usada Bali menyebutkan, hubungan seks tidak baik dilakukan bertepatan dengan hari lahir masing-masing pasangan atau saat wotonan, sebab tidak akan mencapai kebahagiaan, hidup menjadi tidak sehat dan pandek umur. Selain itu juga disebutkan, bahwa persenggamaan tidak boleh dilakukan pada hari Selasa, Rabu dan Sabtu jika hari itu bertemu dengan hari Kliwon, karena tidak bagus untuk keturunan yang dilahirkan nanti.
Dalam ajaran Agama Hindu ada beberapa larangan untuk melakukan hubungan suami istri seperti :
- hubungan suami istri sebelum menikah,
- hubungan suami istri pada hari-hari suci Hindu,
- hubungan suami istri di tempat-tempat suci,
- hubungan suami istri di tempat-tempat umum
- hubungan suami istri di dapur
- hubungan suami istri di sungai yang disucikan
- hubungan suami istri di kandang sapi
- hubungan suami istri “satu dua” atau “satu tiga”
- hubungan suami istri di mobil dan hungan suami istri diluar kelayakan.
Hubungan ini disebut hubungan seks yang adharma. Jika hasil hubungan ini terjadi pembuahan maka mahluk yang lahir adalah mahluk yang disebut kumiligi. Mahluk ini adalah mahluk yang tingkatannya lelbih rendah dari pada manusia
namun diijinkan oleh Tuhan untuk menjelma menjadi manusia melalui orang-orang yang melakukan hubungan seks yang adharma.
namun diijinkan oleh Tuhan untuk menjelma menjadi manusia melalui orang-orang yang melakukan hubungan seks yang adharma.
Menurut buku seks Ala Bali yang ditulis oleh IB. Putra M Aryana, mahluk ini ada 5 macam yang disebut panca kumiligi. Adapun kelima mahluk kumiligi ini yaitu:
- I Nguntang disimbolkan dengan perwujudan tangan manusia.
- I Nganting disimbolkan dengan kaki.
- I Bongol disimbolkan dengan tubuh tanpa kepala.
- I Tundik disimbolkan dengan wujud Bhuta dengan posisi tangan menunjuk.
- I Ngulaleng disimbolkan dengan wujud sebagai bhuta sangsang/terbalik
Jika I Nguntang dan I Nganting yang menjelma, dicirikan dengan anak yang apabila marah justru menyiksa diri sendiri; jika I Bongol yang menjelma maka anak tidak pernah menghiraukan larangan orang tua dan nasehat yang diberikan
dianggap angin lalu saja; jika I Tundik yang menjelma si anak sering minta sesuatu (uang/benda) pada orang yang bertamu ke rumahnya, ciri parah dari penjelmaan I Tundik, si anak memiliki sifat suka mencuri; sedangkan jika I Ngulaleng yang menjelma, anak sering berlari keluar rumah/ke jalan dan jika sudah agak besar si anak lupa segalanya kalau sudah bermain, (lupa makan, lupa pulang dll).
dianggap angin lalu saja; jika I Tundik yang menjelma si anak sering minta sesuatu (uang/benda) pada orang yang bertamu ke rumahnya, ciri parah dari penjelmaan I Tundik, si anak memiliki sifat suka mencuri; sedangkan jika I Ngulaleng yang menjelma, anak sering berlari keluar rumah/ke jalan dan jika sudah agak besar si anak lupa segalanya kalau sudah bermain, (lupa makan, lupa pulang dll).
Referensi:
1. Seks Ala Bali oleh I. B. M Aryana, SS, penerbit Bali Aga, 2008.
2. Kama Sutra asli dari Watsyayana, oleh I Wayan Maswinara, Penerbit
Paramita, 1997.
1. Seks Ala Bali oleh I. B. M Aryana, SS, penerbit Bali Aga, 2008.
2. Kama Sutra asli dari Watsyayana, oleh I Wayan Maswinara, Penerbit
Paramita, 1997.
sungguh luar biasa gagasan untuk membedakan manusia dengan mahkluk yg lainya di muka bumi.. menyadari bahwa setiap manusia harus menjadi manusia seutuhnya.. sebagai mahkluk yg tinggi derajatnya... maha karya...
BalasHapus