ॐ नमः शिवाय

Senin, 27 Juli 2015

Manawa Dharma Sastra dan Kepemimpinan Dalam Hindu


  1. Kitab Menawa Dharmaҫastra
Kitab Menawa Dharmaҫastra merupakan salah satu kitab terjemahan yang paling penting dari sluruh terjemahan. Menawa dharmaҫastra adalah sebuah kitab Dharma yang dihimpun dalam bentuk sistematis oleh Bhagawan Bhrigu, yang merupakan salah satu penganut Manu. Seluruh ajaran yang ada dalam kitab menawa Dharmaҫastra dianggap memuat ajaran Bhagawan Manu yang diturun kepada Bhagawan Bhrigu yang merupakan salah satu dari Sapta Maha Resi.
Kitab Menawa Dharmaҫastra dianggap paling penting dan menarik dari kitab-kitab sastra yang memut ajaran agama Hindu dan dikenal sebagai salah satu kitab Wedangga, yaitu kitab Weda yang merupakan batang tubuh dari Weda. Menawa Dharmaҫastra merupakan salah satu dari Sad Wedangga (enam batang tubuh Weda) dan mempunyai kedudukan penting dalam masyarakat hindu. Adapun keenam batang tubuh tersebut yaitu Ciksa, Wyakarana, Chanda, Nirukta, Jyotisa, dan Kalpa.
Kitab Kalpa merupakan bagian yang terpenting dalam Sad Wedangga yang mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kitab Menawa Dharmaҫastra, yang dimana kitab ini berasal dari kitab Brahmana Samhita. Kitab ini terdiri dari empat bagian yaitu :
a) Srauta Sutra (membahas upacara besar)
b) Grihya Sutra (membahas orang yang berumah tangga)
c) Dharma Sutra (membahas pemerintahan)
d) Sulwa Sutra (membahas tentang bangunan-bangunan agama).
Kitab Menawa Dharmaҫastra terdiri dari dua belas bab atau adhyaya, dalam setiap bab menjelaskan ajaran-ajaran dalam hidup. Dalam kedua belas bab atau adhyaya tersebut bab ketuju merupakan bagian kedua terpenting sebelum bab ke-VIII yang membahas tentang hukum, perdata dan pidana. Bab ke-VII membahas tentang kepemimpinan yang meliputi berbagai peraturan kenegaraan seperti misalnya :
a) Unsur bagian negara menurut Hindu
b) Sifat-sifat raja yang merupakan pola ajaran Astabrata.
c) Fungsi raja sebagai kepala negara.
d) Jenis politik yang boleh di anut oleh pemimpin dalam melaksanakan sistem pemerintahan.
e) Jenis hukum dan pertimbangan terhadap pelanggaran hukum.
f) Ketentuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi pertumbuhan jiwa dan keamanan negara dan pembinaan masyarakat sesuai dengan ajaran agama.
g) Ketentuan-ketentuan hukum yang memberi kedudukan kepada raja dalam melaksanakan hukum itu sendiri.
h) Dalam Bab VII ayat 63 juga dijelaskan tentang duta besar serta tugas-tugas dan fungsinya.
i) Bab VII ayat 78 menjelaskan tentang kewajiban seorang pemimpin .
j) Ketentuan mengenai tata tertib perang dan yang terakhir membahas mengenai tata cara hidup seorang pemimpin.
Demikian penjelasan tentang Bab VII kitab Menawa Dharmaҫastra yang menjelaskan tentang kepemimpinan, yang mempunyai hubungan yangh sangat erat dengan kehidupan masa kini.
2. Kepemimpinan Menurut Kitab Menawa Dharmaçastra
Dalam kitab menawa Dharmaçastra kepemimpinan menjadi salah satu bagian yang penting, terutama dalam bab VII, dalam bab ini dijelaskan siapa dan bagaimana seorang pemimpin itu, dalam Menawa Dharmaçastra disebutkan sesungguhnya setiap orang adalah pemimpin, paling tidak mereka adalah pemimpin bagi dirinya sendiri, seperti yang dijelaskan melalui bab VII sl
“Sweswe dharma niwistanam sarwe samapurwaca,
Warnanan macramanamca raja srsto bhiraksita”.
Artinya :
Raja telah diciptakan untuk melindungi warna dan aturannya yang semua itu menuntut tingkat kedudukan mereka melaksanakan tugas-tugas kewajiban mereka.
Jadi dalam sloka diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa seorang pemimpin ada untuk menjaga, melindungi dan menegakan hukum yang telah ada, seorang pemimpin juga harus melaksakan tugas atau kewajiban-kewajiban sebagai seorang pemimpin . Adapun tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh pemimpin yaitu :
1. Mengatur masyarakat yang dipimpinnya
2. Saling memberikan imformasi antara pemimpin dengan rakyat
3. Memberikan dukungan kepada masyarakat
4. mempertimbangkan suatu tindakan yang berhubungan dengan rakyat
5. Menjalankan segala aturan yang telah dibuat, dan masih banyak lagi yang tugas lainnya .
Seorang pemimpin diharuskan memiliki kelebihan-kelebihan dari masyarakat yang dipimpinnya, pemimpin harus mampu menunjukan sifat-sifat kedewataan yang cemerlang atau bersinar, memiliki kebajikan dan kekuasaan, adapun sifat-sifat itu disebutkan dalam kitab Menawa Dharmaçastra yaitu ;
“Indranilayamarkanam agneçca warunasya ca
Candrawitteçayoçcaiwa matra nirhrtya çaçwatih”
(Menawa Dharmaçastra, VII.32)
Artinya :
Untuk memenuhi magsud tujuan itu (raja) harus memiliki sifat-sifat partikel yang kekal dari pada dewa Indra, Wayu,Yama, Surya, Agni, Waruna, Candra dan Kubera .
Dalam sloka tersebut, pemimpin sangat diharapkan memiliki sfat-sifat dewa seperti yang disebutkan diatas, semua sifat dan sikap itu sesuai dengan ajaran Astabrata yaitu delapan landasan sikaf mental bagi seorang pemimpin, adapun bagian-bagianya antara lain :
1. Indra Brata (dewa hujan) yaitu pemimpin hendaknya memberikan kemakmuran bagi rakyatnya .
2. Yama Brata yaitu adil dalam menegakan hukum .
3. Surya Brata yaitu pemimpin mampu memberikan penerangan kepada rakyatnya .
4. Candra Brata yaitu pemimpin hendaknya selalu tenang.
5. Bayu Brata yaitu pemimpin hendaknya mengetahui kondisi seluruh rakyatnya .
6. Kuwera atau Danadha Brata yaitu pimpinan harus bijaksana dalam menggunakan uang .
7. Waruna Brata yaitu pemimpin hendaknya mampu membasmi seluruh penyakit atau penderitaan rakyatnya .
8. Agni Brata yaitu pemimpin harus mempunyai sifat kesatria dan semangat yang tinggi.
Selain sloka diatas juga disebutkan tentang sifat seorang pemimpin, dalam sloka berikut:
“Yusmadesam surendranam matrabhyo nirmito nrpah, asmadhi bhawatyesa sarwabhutani tejasa”
(Menawa Dharmaçastra, VII.5)
Artinya:
Karena pemimpin (raja) memiliki sifat-sifat dewata dari dewa-dewa, karena itu pula sifatnya melebihi kecemerlangan mahkluk-mahkluk lainnya.
Seorang pemimpin (raja) hendaknya memiliki sifat yang cemerlang atau sinar cahaya. Kecemerlangan merupakan terjemahan dari kata tejasa yang dimaksudkan sebagai simbolis kebjikan dan kekuasan atau “wirya” . Kebajikan atau kekuasan dan wirya yang dimiliki oleh seseorang pemimpin itu hendaknya melebihi anggota masyarakat lainnya yang dipimpinnya.
Jadi pemimpin harus memiliki landasan tersebut agar tercipta kepemimpinan yang baik bagi masyarakat yang dipimpinnya.
Seorang pemimpin dalam melaksanakan kepemimpinannya tetapi mengabaikan dasar-dasar kewajiban dan tanggung jawab yang harus dilaksanakannya maka kegagalanpun akan ditemuinya. Kegagalan seorang pemimpin untuk melaksanakan dasar-dasar kewajibannya dan tanggung jawab yang diembannya sebagai wujud dari kewenangannya sudah tentu memiliki konsekuensi atau berakibat patal baik terhadap dirinya sebagai pemimpin maupun masyarakat yang dipimpinnya adapun penjelasan dalam kitab Menawa Dharmaçastra menyebutkan sebagai berikut:
“Dusyenyun sarwawarnacca bhidyeransarwasetawah,
Sarwalokaprakopasca bhawed dandasya wibhramat.
(Manawa dharmaçastra, VII.24).
Artinya:
Pemimpin (raja) yang memvonis hukuman dengan tepat akan bahagia dalam hal mencapai tiga (cara mencapai kebahagian), tetapi ia yang senang dengan nafsu jasmaniah, setengah-setengah dan menipu akan dimusnahkan, kendatipun melalui hukuman yang tidak adil ( dirasakan oleh si terhukum).
Merupakan kewajiban dari seorang pemimpin (ksatria) yang telah mendapatkan pengesahan untuk melindungi dan menata dunia ini sehingga seluruh kehidupan menjadi baik. Pemimpin memiliki kewajiban untuk melindungi dunia ini dari kehancuran, sebagaimana dijelaskan dalam sloka berikut ini:
“Brahman praptena samskaram ksatriyena yatha widhi, sarwasyasya
Yathanyanyam kartawyam pariraksanam”
( Manawa Dharmaçastra, VII.2)
Artinya:
Pemimpin yang telah menerima sakramen menurut weda, berkewajiban melindungi seluruh dunia sebaik-baiknya.
Kedudukan seorang pemimpin bagi masyarakat sangatlah penting ,kerana seorang pemimpin mempinyai peranan yang sangat berarti baik untuk melindungi maupun mengarahkan masyarakat yang dipimpinnya agar mempunyai tujuan yang jelas dan terhindar dari rasa takut ,semua itu juga dijelaskan dalam sloka berikut :
“Arajake hi loke’ smin sarwato widrutebhayat, raksarthamasya
Sarwasya rajanamasrjat prabhuh”
(Manawa Dharmaçastra, VII.3)
Artinya:
Karena, kalau orang-orang ini tanpa raja akan terusir, tersebar keseluruh penjuru oleh rasa takut. Tuhan telah menciptakan raja untuk melindungi seluruh ciptan-Nya.
Berdasarkan sloka diatas dapat dipahami bahwa Negara pemerintah (pemimpin) memiliki peran penting terhadap masyarakat yang dipimpinnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar