Di Bali ada beberapa istilah yang mempunyai arti sama dengan mamukur yaitu: nyekah, mapararos dan maligya. Namun istilah yang lazim digunakan adalah mamukur dan maligya. Ada pula djumpai istilah nyekah kurung. Tetapi istilah mapararos dalam arti upacara mamukur, belum dijumpai dalam pustaka rontal. Upacara mapararos atau juga disebut ngarorasin adalah rangkaian daripada upacara ngaben yang dilakukan pada hari ke-12 sesudah palebon atau pakutangan yang juga disebut tutug raros dina. Adapun upacara mamukur yang sementara orang juga menyebutnya upacara mapararos, mungkin pada mulanya diambil dari suatu pengertian bahwa upacara mamukur itu sebaiknya dilakukan pada hari ke-12 dari palebon atau pakutangan upacara ngaben. Pandangan yang demikian itu mungkin juga mendapat inspiasi daripada upacara sraddha di Majapahit dahulu yang dilakukan 12ctahun setelah upacara pengabenan. Upacara sraddha itu adalah upacara mempratisthakan arwah raja- raja ke dalam suatu candi padharman yang juga disebut dhinarma.
Untuk tidak terjadinya kekabran pengertian antara upacara mapararos dalam arti mamukur dengan upacara ngarorasin setelah ngaben, maka sebaliknya istilah upacara mapararos dalam arti mamukur tidak digunakan lagi supaya tidak membingungkan masyarakat. Mengenai istilah nyekah,inipun kurang tepat karena ditekankan pada masalah sekah dalam upacara mamukur itu. Sebagaimana diketahui, bahwa pembuatan sekah itu bukan saja dalam upacara mamukur, melainkan juga dalam upacara ngaben. Istilah maligya memang ada landasan sastranya, namun istilah itu dihubungkan dengan suatu upacara mamukur yang besar yang lazimnya dilakukan di Puri bekas kerajaan dahulu dan juga di Geria untuk Ida Pedanda.
Istilah mamukur selain paling umum digunakan, namun juga banyak pustaka rontal yang menyebutkannya. Mamukur berasal dari kata bukur. Kata bukur adalah akronim dari kata bu ( bhu) artinya alam, dan kaa ur ( yang berasal dari kata urdhah) artinya atas. Kata bukur artinya alam atas dan kata mamukur artinya menuju alam atas atau swah loka yang juga disebut swarga yang artinya berada di alam swah. Alam atas yang dimaksudkan itu adalah alam diatas bhwah loka yaitu swah loka. Upacara mamukur adalah upacara pitrayadnya yang dilakukan setelah upacara ngaben untuk meningkatkan kesucian arwah menjadi dewa pitara. Dewa pitara artinya pitara yang telah beada di alam dewa yaitu swah loka, namun demikian bukanlah berarti pitara itu dewa. Oleh karena dewa pitara yang sudah penuh kesuciannya itu berada di alam dewa dan juga berfungsi membimbing serta melindungi kehidupan keturunannya, maka itulah dewa pitara itu juga diberi sebutan bhatara kawitan sebagaimana yang dipuja pada palinggih Kamulan atau Kawitan oleh keturunnya. Pada masa pemerintahan raja Hayam Wuruk di Majapahit, upacara mamukur sudah dilaksanakan. Hal ini dapat diketahui dala pustaka Nagarakertagama pupuh 63.4 dan pupuh 66.1 antara lain sebagai berikut:
63.4
“ dudwang malad wawan bhojana buku- bukuran mwang tapel saprakara”
66.1
“ mwang sang ksatrya sang padadhika penuh yasa buku- bukuran rinembat asusun”
Artinya:
63.4
“ bukan saja melagukan Malat namun juga membawa makanan, bukur- bukur dan topeng selengkapnya’.
66.1
“juga para ksatrya dan pejabat tinggi memberikan penghormatana sepenuhnya dengan membawa bukur- bukur yang atapnya bersusun- susun serta membentang”.
Rupa- rupanya penyelenggaraan upacara mamukur di Bali adalah kelanjutan daripada upacara pitrayadnya yang dilakukan di Majapahit dahulu, karena Nagarakertagama pupuh 79,3 menyebutkan sebagai berikut:
“nka tang nusantare balyamatehati sacaraning yawabhumi”
Artinya:
“adapun pulau Bali itu menyamakan pendiriannya mengikuti tata cara yang berlaku di Majapahit”
Selain itu istilah yang lazim kni dipakai dalam upacara mamukur di Bali seperti puspasarira, caru, bahan- bahan upakara ( banten) dan lain- lain, juga terdapat di dalam Nagarakertagama yang digubah tahun 1265 M memceritakan perjalanan raja Hayam Wuruk keliling Jawa Timur melakukan upacara sraddha untuk arwah leluhurnya.
Upacara mamukur biasanya dilanjutkan taua dirangkaikan dengan upacara ngalinggihang dewa pitara yang didalam sastranya disebut Nilapati di palinggih Kamulan atau Kamimitan di Sanggah atau Pamerajan. Di dalam pustaka Pujapitra upacara ini disebut atmapratistha yaitu mempratisthakan arwah yang telah suci itu yang disebut dewa pitara. Adapun upacara adalah upacara terakhir dalam seluruh rangkaian upacara pitra yadnya.
Tujuan Upacara Mamukur
Upacara mamukur adalah kelanjutan dari upacara ngaben dalam keseluruhan cakupan pira yadnya dalam aspek adhyatmika. Tujuannya adalah meningatkan lagi kesucian arwah orang yang telah diabenkan, sehingga sampai ke tingkat dewapitara yang berada dialam dewa atau swarga. Apabila dalam upacara ngaben arwah seseorang baru sampai ke tingka pitara yang berada di alam pitra atau bhwahloka, maka tingkat kesucian arwahnya itu barulah semi suci atau di dalam bahasa Bali disebut kedas ( bersih dari kotoran sthulasarira atau badan wadag), belum mencapai sepenuhnya. Di dalam upacara ngaben terjadi suatu pemisahan jiwatma dengan suksmasarira, sedangkan di dalam upacara mamukur terjadi pemisahan jiwatma dengan antahkarana , sehingga jiwatma menjadi suci yang disebut dewa pitara dan berada di alam desa atau swah loka ( swarga). Itulah sebabnya upacara mamukur disebut upacara atmawedana di dalam Pujapitra yaitu suatu upacara yang memproses peningkatan kesucian daripada jiwatma itu.
Upacara memukur merupakan suatu keharusan bagi umat Hindu untuk dilaksanakan sebagai kelanjutan daripada upaara ngaben, guna arwah seseorang itu mencapai kesucian sampai tingkat dewapitara, untuk dapat jiwatmanya reinkarnasi atau menitis kembali kedunia sesuai dengankarmawasana yang masih melekatinya. Apabila tidak diupacarai mamukur, arwah seseorang itu akan tetap berada di alam pitara dan mengambang tidak bisa reinkarnasi karena jiwatmanya masih dikungkung oleh antahkarana, sehingga jiwatmanya tidak mendapat kesempatan melaksanaansubhakarma untuk menembus asubhakarma yang pernah diperbuatnya dimasa kehidupannya yang dahulu yang masih melekatinya sebagai karmawasana. Dalam hal yang demikian itulah arwahnya akan menyakiti keturunannya sendiri, karena tidak tuntas membayar hutang jasa atau pitra rnamkepada leluhurnya, sehingga terjadilah gangguan- gangguan spiritual di lingkungan keluarga keturunannya.
Demikianlah upacara mamukur mengandung suatu tujuan mulia yang meningkatkan lagi kesucian arwah orang yang telah diabenkan itu untuk bisa mencapai swahloka atau swarga, karena hanya arwah yang telah suci yang dapat mencapai swarga. Maka dari itu melaksanakan upacara memukur adalah suatu keharusan bagi umat Hindu dalam rangka menyelenggarakan upacara pitra yadnya scara keseluruhan. Sementara itu ada suatu pandangan dalam masyarakat yang beranggapan di Puri bekas kerajaan dahulu melaksanakan upacara mamukur atau maligya, maka masyarakat sekitar Puri tersebut tidak berani mendahului melaksanakan upacara mamukur untuk leluhurnya. Dasar pemikirannya adalah mengkaitkan upacara mamukur dengan ngiring ke Puri atau ke Griya. Pandangan yang demikian itu beralasan pula, namun tidaklah mesti mengkaitkan upacara agama bak ngaben maupun mamukur dengan ngiring ke Puri atau Geria, karena upacara agama dapat dilaksanakan secara individual dan dapat pula dilaksanakan secara kolektif. Sesungguhnya agama itu adalah bersifat individual karena didasarkan atas rasa dan rasio. Namun dalanm hal- hal tertentu dan ditinjau dari segi efisiensi dan nilai- nilai sosial, maka beberapa bentuk upacara agama dapat pula dilaksanakan secara kolektif.
Jenis Upacara Mamukur
Sebagaimana halnya dengan jenis dan macam upacara ngaben, bahwa upacara mamukur juga banyak jenisnya. Disamping jenisnya banyak, namun juga nama atau istilahnya juga banyak antara lain ada yang disebut dengan nykah kurung, nyekah tricandi dan nyekah ngangsen. Nyekah kurung mempunyai pengertian yang sama dengan mamukur atau maligya, sedangkan nyekah tricandi dan nyekah ngangsen mempunyai pengertian lain dengan mamukur dan tidak dapat dipandang sebagai suatu upacara mamukur ang sebenarnya, melainkan suatu upacara yang hanya bersifat semetara.
Ada tiga jenis upacara mamukur yaitu:
- Mamukur Alit
- Mamukur Madia
- Mamukur Utama
Upacara Mamukur Alit
Dalam mengungkapkan upacara atau banten, baik untuk mamukur alit, mamukur madia, maupun untuk mamukur utama, bahwa disini akan disajikan jenis dan macam upacara yang digunakan menurut fungsi dan kegunaannya serta tahapan upacaranya. Upacara- upacara yang dikemukakan di sini adalah merupakan upakara pokok saja menurut ketentuan sastra agama dan dapat dikembangkan lagi menurut dresta setempat. Adapun upakara- upakara tersebut dapat dideskripsikan seperti berikut ini.
- Upacara ngangget don bingin :
- Pras daksina suci kalih soroh
- Tipat kelanan atanding
- Bantal kelanan atanding
- Rayunan atanding
- Pangulapan asoroh
- Prayascita atanding
- Byakala asoroh
- Pasucian canang rebong
- Wastra putih kuning
- Tikeh klasa abidang
- Wastra putih rurub tikeh klasa
- Eteh- eteh :galah ( juan) bambu kuning berisi satsat dan pada ujungnya
- Wastra putih rurub tikeh klasa
- Eteh- eteh :galah ( juan) bambu kuning berisi satsat dan pada ujungnya berisi tiuk sudhamala.
( Mengenai upacara ini mengikuti dresta setempat)
- Upacara nusuk don bingin :
- Ajuman putih kuning atanding
- Canang sagenep atanding
- Pras dhaksina asoroh
- Segehan atanding
- Tatabuhan
- Sekarura beras kuning
- Upakara ngajum sekah :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Ajuman putih kuning atanding
- Pasucian atanding
- Rantasan putih kuning
- Canang gantal atanding
- Segehan atanding
- Upakara mapurwa dhaksina :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Sakakura beras kuning
- Rantasan putih
- Prayascita atanding
- Byakala atanding
- Segehan
- Tatabuhan
- Upakara ngarereh toya hening :
- Pras dhaksina suci kalih soroh
- Tipat kelanan atanding
- Bantal kelanan atanding
- Rayunan atanding
- Jaja mamanisan atanding
- Pangulapan asoroh
- Byakala asoroh
- Segehan atanding
- Tatabuhan
- Upakara ngaliwet :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Pangulapan asoroh
- Prayascita atanding
- Segehan nasi barak atanding
- Tatabuhan
- Eteh- eteh ngaliwet sajangkepnyane.
- Upakara ring sanggar surya pamukuran
Banten munggah ring surya :
- Catur sari asoroh
- Ardhanareswari asoroh
- Guru paduka asoroh
- Sasayut sidhapurna atanding
- Sasayut mertadewa atanding
- Sasayut pabresihan atanding
- Sasayut sidhakarya atanding
- Sasayut mertasari atanding
( Mengenai bentuk- bentuk banten sasayut, disebutkan dalam taka rontal Indik Tatandingan Banten).
Banten ring sor surya :
- Babangkit alit asoroh
- Gelarsanga asoroh.
Banten harepan surya ring sor :
- Caru bebek blangkalung asoroh
- Pagenian asoroh
- Gelarsanga asoroh
- Segehan agung atanding
- Tatabuhan
- Upakara ring payadnyan
Banten ring sekah sange :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Catur sari asoroh
- Dhaksina mapayas asiki
- Puspaijo asiki
- Saji tarpana asoroh
- Sasayut pangideran lalima
- Jaja mamanisan atanding
- Gebogan tegeh asiki
- Beruk misi yeh kumkuman asiki
- Beruk misi yeh ambuh asiki
- Beruk kakocor misi yeh hening asiki
- Lilin mawadah kakelenting asoroh
- Cawan mawadah kakelenting asoroh
- Wastra putih kuning
- Base kinangan atanding.
Banten ring sekah puspalingga :
- Pulogembal miwah sekar taman asoroh
- Dhaksina mapayas asiki
- Puspaijo asiki
- Guru paduka asoroh
- Saji tarpana asoroh
- Dyuskamaligi atanding
- Banten pebresihan asoroh
- Gebigan tegeh asiki
- Sasayut pangideran lalima
- Wastra putih kuning
- Base kinangan atanding
- Sangsangan putih kuning kakalih
- Beruk misi yeh kumkumang asiki
- Beruk misi yeh ambuh asiki
- Beruk kakosor misi yeh hening asiki
- Lilin mawadah kakelenting asoroh
- Cawan mawadah kakelentingan asoroh
- Blayag, entil, tipat, pesor pada makelan
- Pasucian atanding
- Gelarsanga asoroh
- Segehan agung atanding
- Tatabuhan
- Sumbu kakalih genahang ring harep panyadnyan madaging payukpere misi toya hening
- Upakara mamaca Putrusaji :
- Dhaksina gede pras suci asoroh
- Wastra putih
- Segehan atanding
- Upakara ring harepan sang muput :
- Dhaksina gede pras suci kalih soroh
- Catur sari asoroh
- Rayunan kalih pajeg
- Punia sakabuatan
- Padudusan alit asoroh
- Praspancawara atanding
- Eteh- eteh pamralinan sajangkepnyane.
- Upakara damar kurung :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Tipat kelanan atanding
- Saji muncuk kuskusan atanding
- Bungkak kelapa gading makasturi asiki
- Payuk pere misi toya hening asiki.
- Upakara pamelaspas janggawari :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Banten pelaspas atanding
- Pangulapan asoroh
- Prayascita atanding
- Byakala asoroh
- Wastra putih
- Segehan agung
- Upakara nunas tirtha ke Pura dan juga ke Kawitan :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Segehan atanding
- Upakara ngayut sekah tunggal :
- Pras dhaksina suci kalih soroh
- Tipat kelanan atanding
- Bantal kelanan atanding
- Prayascita atanding
- Pangulapan asoroh
- Byakala asoroh
- Banten pakelem asoroh madaging : bebek hidup, ayam hidup, tegen- tegenan lebeng matah
- Gelarsanga asoroh
- Segehan agung
- Upakara untuk jukung ( bila panganyutannya menggunakan jukung) :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Tipat kelanan atanding
- Bantal kelanan atanding
- Prayascita atanding
- Pengulapan asoroh.
( Mengenai ini menurut dresta yang berlaku setempat).
- Upakara untuk gambelan :
- Pras dhaksina soda asoroh
- Segehan atanding
( untuk mamukur alit, gambelan yang digunakan hanyalah gender saja).
- Apabila upacara mamukur diselenggaran secara mabwaka, maka terlebih dahulu diperlukan upakara untuk: pangalang sasih, alaning dewasa, labaan- labaan, panegdegan dan lain sebagainya.
Tetapi apabila upacara mamukur diselenggarakan dalam rangka tutugsengker upacara pangabenannya, maka upacara dan upakara tersebut dalam butir 17 ini tidak lagi dilaksanakan.
Kelengkapan upacara
Dalam upacara mamukur alit, tidak menggunakan bukur atau madhya untuk usungan sekah- tunggal ngayut ke laut (baca: ke air), cukup menggunakan janggawari saja atau tidak menggunakannya. Dalam hal ini sekah tunggal dijunjung atau dipangku ketika membawanya (ngayut) ke laut ( ke air). Ketika upacara mapurwa dhaksina, tidak menggunakan lembu seperti pada upacara mamukur madia atau utama. Mengenai penggunaan gambelan atau unen- unen, dalam mamukur alit cukup hanya menggunakan gender saja atau dapat pula tanpa menggunakan gambelan. Demikian pula dalam mencari toya hening, tidak perlu secara berarak- arakan (mapeed), melainkan cukup dilakukan oleh dua orang saja yang membawa banten dan alat- alat tempat toya hening itu.
Mengenai kelengkapan yang lainnya seperti bale payadnyan, balepawedan, peralatan puspalingga dan lain- lain haruslah ada, walaupun secara sederhana, karena hal itu mengandung arti filosofi yang tinggi. Walaupun wujud puspalingganya sama dengan puspalingga dalam upacara mamukur madia dan utama, namun wijaksara yang dituliskan dalam pupalingga itu tidaklah sama dan ada ketentuannya masing- masing seperti yang disebutkan dalam sastra agama.
Tata cara
Tata cara yang dimaksudkan disini adalah tahapan atau eedan upacara mamukur alit secara pokok- pokoknya saja dalam arti apa yang dilakukan terlebih dahulu dan apa yang dilakukan kemudiannya. Tahapan upacara adalah sangat dipahami untuk tepatnya penyelenggaraan upacara itu dilaksanakan. Lebih- lebih lagi bagi sulinggih yang muput upacara itu patutlah paham dengan tahapan penggunaan puja mantra yang digunakan dalam memimpin suatu upacara sehingga sasarannya tepat mencapai tujuan. Adapun eedan upacara mamukur alit adalah sebagai berikut :
- Terlebih dahulu peralatan dan perlengkapan upacara disiapkan. Upakara atau banten diatur letaknya sedemikian rupa menurut fungsi dan kegunaannya.
- Nangget don bingin
- Nusuk don beringin dan dilanjutkan dengan membuat puspalingga.
- Ngajum nyekah atau puspalingga
- Ngarereh toya hening ke tempat yang dinilai suci dengan membawa upakara yang telah ditentukan dan tenpat air.
- Malaspas janggawari dengan menggunakan upakara yang telah ditentukan.
- Ngaliwet dilakukan ditenpat upacara dipimpin oleh sulinggih yang muput.
- Ida Padanda yang muput munggah mapuja.
- Pembacaan Putrusaji. Sementara Ida Pedanda mamuja, dilakukan pembacaan pustaka Putrusaji oleh sang walaka.
- Tahapan terakhir dari pemujaan Ida Pedanda adalah melakukan pralina bertempat dihadapan sanggah surya dengan peralatan dan upakara yang telah ditentukan.
- Ngaturan papendetan kepada sang dewapitara yang dilinggihkan pada puspalingga.
- Ngeseng puspalingga.
- Selesai ngeseng, arang puspalingga itu dimasukkan ke dalam kelapa kuning dan dibuat sekah tunggal.
- Ngayut sekah tunggal ke laut.
Upacara Mamukur Madia
Sesuai dengan tingkatannya, bahwa upacara yang digunakan dalam memukur madia lebih banyak dan lebih besar dari pada uoacara yang digunakan dalam upacara mamukur alit. Pada prinsipnya upakara yang digunakan adalah sama dengan mamukur alit tetapi ada penambahan- penambahan dan pengembangannya sesuai dengan ketentuan sastra agama dan juga memperhatikan loka dresta serta desa dresta. Upakara yang digunakan dalam upakara mamukur madia dapat dideskripsikan secara pokok- pokoknya saja seperti di bawah ini.
- Upacara ngangget don bingin :
- Pras daksina suci kalih soroh
- Tipat kelanan atanding
- Bantal kelanan atanding
- Rayunan atanding
- Jaja mamanisan atanding
- Prayascita atanding
- Pangulapan asoroh
- Byakala asoroh
- Tikeh klasa abidang
- Rantangan putih kuning
- Wastra putih aled din bingin
- Lantaran wastra putih
- Pasucian canang rebong
- Segehan agung atanding
- Tatabuhan
- Alatnya adalah: galah (juan) bambu kuning berisi satsat dan tiuksudamala.
- Upakara nusuk don bingin :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Ajuman putih kuning atanding
- Rayunan atanding
- Rantasan putih kuning
- Pasucian atanding
- Sekarura beras kuning
- Segehan atanding
- Upakara ngajum sekah :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Rayunan atanding
- Ajuman putih kuning atanding
- Pasucian atanding
- Rantasan putih kuning
- Jaja mamanisan atanding
- Canang bantal sagenep asoroh
- Panyeneng asiki
- Minyak wangi
- Segehan atanding
- Tatabuhan
- Upakara mapurwa- dhaksina :
Terlebih dahulu ngadegang sanggah surya alit ( tidak berisi sorsurya).
Banten munggah di surya yaitu :
- Dhaksina gede sarwa pat asiki
- Pras suci gede asoroh
- Rantasan putih kuninh sapradeg
- Tipat kelanan atanding
- Bantal kelanan atanding
- Rayunan apajeg
- Sasayut sane madan- adan asoroh.
Banten di natar di harepan surya :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Gelar sanga asoroh
- Segehan agung atanding
Banten lembu :
- Dhaksina gede pras suci asoroh
- Prayascita atanding
- Pangulapan asoroh
- Byakala asoroh
- Sasayut: pamiakkala, laramararadan, pabresihan pada atanding
- Segehan agung atanding
Panganggon lembu :
- Wastra putih kuning
- Pecut mapontang selaka
- Padang lepas apesel
- Paso misi yeh anyar
- ( lembu mapayas, mapun minyak wangi, masekar pucukbang).
Banten pangangon lembu :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Wastra putih kuning
- Nasi takilan maulam karangan asiki
- Kuwud abungkul
Pajekjekan lembu :
- Lantaran wastra putih
- Kawangen pengerekan
- Beras kuning sekarura
- Emas sekala
- Jinah bolong.
- Upakara ngarereh toya hening :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Tipat kelanan atanding
- Bantal kelanan atanding
- Rayunan atanding
- Pasucian atanding
- Rantasan putih kuning
- Prayascita atanding
- Pamgulapan asoroh
- Yakala asoroh
- Segehan agung atanding
( Mengenai ini mengikuti dresta yang berlaku setempat)
- Upakara ngaliwet :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Prayascita atanding
- Pangulapan asoroh
- Byakala asoroh
- Segehan barak atanding
- Tatabuhan
- Beras maseruh ping 11 lan
- Eteh- eteh ngaliwet sajangkepnyane.
- Upakara ring sanggah surya pamukuran :
Banten sane munggah ring surya :
- Catur rebah asoroh
- Pancasaraswati asoroh
- Ardhanareswari asoroh
- Rantasan putih kuning saperadeg
- Guru paduka atanding
- Puspaijo asiki
- Sasayut caturbhuwana atanding
- Sasayut mertadewa atanding
- Sasayut sidhapurna atanding
- Sasayut mertasari atanding
- Sasayut pabresihan atanding
- Sasayut sidhakarya atanding
- Sasayut prayascitaluwih atanding
- Wedhya asoroh.
Banten ring sor surya :
- Babangkit sari asoroh
- Pulogembal
- Sekartaman
- Gelar sanga asoroh.
Banten ring natar harepan surya :
- Caru panca mustika asoroh
- Pegenian asoroh
- Gelarsanga asoroh
- Upakara ring payadnyan :
Banten ring harepan sangge :
- Pras daksina suci asoroh
- Dhaksina mapayas asiki
- Puspaijo asiki
- Gurupaduka soroh
- Catur sari asoroh
- Saji tarpana asoroh
- Sasayut sane maadan- adan 5 tanding
- Jaja mamanisan atanding
- Gebogan adulang
- Beruk misi yeh kumkuman asiki
- Beruk misi yeh ambuh asiki
- Beruk kakocor misi yeh hening asiki
- Lilin mawadah kakelentingan
- Cawan mawadah kakelentingan
- Rantasan putih kuning
- Pasucian atanding
- Base kinangan atanding.
Banten ring sekah utawi puspalingga :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Dhaksina mapayas asiki
- Puspaijo asiki
- Guru paduka soroh
- Catur sari asoroh
- Saji tarpana soroh
- Sasayut sane maadan- adan 5 tanding
- Gebogan adulang
- Dyuskamaligi atanding
- Banten pabresihan atanding
- Praspancawara atanding
- Beruk misi yeh kumkuman asiki
- Beruk misi yeh ambuh asiki
- Beruk kakocor misi yeh hening asiki
- Rantasa putih kuning
- Pasucian atanding
- Base kinangan atanding
- Lilin mawadah kakelentingan
- Cawan mawadah kakelentingan
- Sangsangan putih kuning kakalih
- Sumbu kakalih diharepan bale payadnyan genah payuk pere misi toya hening.
Banten ring harepan payadnyan :
- Pulogembal
- Sekartaman
- Babangkit sari asoroh
- Jarimpen tegeh kakalih
- Gebogan tegeh kakalih
- Gelar sanga asoroh
- Upakara mamaca Putrusaji :
- Dhaksina gede asiki
- Pras suci asoroh
- Wastra putih
- Segehan atanding
- Upakara ring harepan sang muput :
- Dhaksina gede kakalih
- Dhaksina alit kakalih
- Suci gede kakalih
- Suci alit kakalih
- Pras ajuman 3 tanding
- Rayunan 3 tanding
- Catur sari asoroh
- Punya lan wastra putih kuning
- Banten padudusan alit asoroh
- Canang pamralinan
- Eteh- eteh pambralinan
- Upakara damarkurung :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Saji panunggal atanding
- Bungkak nyuhgading makasturi atanding
- Payukpere misi yeh hening asiki.
- Upakara pamelaspas bukur utawi madhya :
- Banten pelaspas asiki
- Prayascita asiki
- Byakala asoroh
- Pangulapan asoroh
- Banten pamakuhan asoroh
- Dhaksina gede asiki
- Pras suci asoroh
- Wastra putih kuning
- Segehan agung atanding
Apabila bukur atau madhya itu memakai atap bertingkat ( tumpang), maka banten pamelaspas ditambah :
- Babangkit mulam guling asoroh
- Gelar sanga.
( ini menrut loka dresta yang berlaku setempat).
- Upakara nunas tirtha ke Pura dan juga ke Kawitan :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Segehan
- Upakara nganyut sekah tunggal :
Banten katur ka Surya :
- Dhaksina gede asiki
- Pras suci asoroh.
Banten katur ke segara :
- Dhaksina gede asiki
- Pras suci asoroh
- Prayascita atanding
- Pangulapan asoroh
- Byakala asoroh
- Tipat kelanan atanding
- Sasayut sidapurna atanding
- Sasayut sidakarya atanding
- Sasayut pabresihan atanding
- Pasucian atanding
- Rantasan putih kuning
- Banten pakelem asoroh jangkep saha bebek hidup, ayam hidup, tegen- tegenan lebeng matah
- Gelarsanga asoroh
- Segehan agung atanding
Banten jukung ( bila menganyutannya memakai jukung) :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Tipat kelanan atanding
- Bantan kelanan atanding
- Prayascita atanding
- Byakala asoroh
- Pangulapan asoroh
- Segehan
( Mengenai ini adalah menurut dresta dari nelayan yang akan mengemudikan jukung yang membawa sekah tunggal itu ke tengah laut).
- Upakara untuk gambelan :
Untuk mamukur madia, gambelan yang biasa dipakai adalah angkelung. Adapun ukaranya adalah :
- Dhaksina gede pras suci asoroh
- Nasi punjungan mulam karangan atanding
- Tipat dampulan mulam taluh maguling abungkul
- Segehan atanding
Banten panguleman angkelung :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Nasi punjungan mulam karangan atanding
- Ulam babakaran atanding
- Segehan atanding
- Sebagai halnya dengan upacara mamukur alit, bahwa apabila dilakkan secara mabwaka, maka terlebih dahulu diperlukan upakara: pangalangsasih, alaningdewasa, labaan- labaan, panegdegan dan sebagainya.
Kelengkapan upacara
Upakara mamukur madia, kelengkapan upacaranya menggunakan bukur atau madhya untuk sang walaka atau ekajati, sedangkan untuk sang sulinggih atau dwijati menggunakan padma ngelayang untuk tempat usungan sekah tunggal ngayut ke laut. Mengenai tingkatan atap ( tumpang) bukurnya adalah menurut kawongannya sesuai dengan drestanya.
Di dalam upacara mapurwadhaksina menggunakan seekor lembu (semestinya lembu-putih) yang terlebih dahulu diberikan upakara penyucian disertai panganggo yang telah ditentukan. Lembu itu dituntun mengelilingi bale-payadnyan diikuti oleh sekah puspalingga yang dijunjung di atas kepala atau dipangku di depan dada disertai gagitan yaitu : kidung, tantri atau kakawin.
Gambelan atau unen-unen yang digunakan dalam memukur madia adalah angkelung, berbeda halnya dengan upacara ngaben yang menggunakan gambelan gong dan gambang. Kendatipun demikian namun kenyataan di masyarakat, ada juga yang menggunakan gambelan angkelung pada upacara ngaben. Ditinjau dari arti atau makna kegunaan gambelan dalam mengiringi upacara pariyadnya, maka akan lebih tepat apabila pada upacara ngaben menggunakan gambelan gong dan gambang, sedangkan dalam upacara mamukur menggunakan gambelan angkelung dan gong-Iwang. Penggunaan gambelan ini bersifat luwes, sehingga dalam upacara ngabensudah cukup menggunakan gambelan gong saja tanpa gambelan gambang dan pada upacara mamukur sudah cukup menggunakan gambelan angkelung saja tanpa menggunakan gambelan gong-Iwang.
Di dalam upacara mencari toya hening, dilakukan dengan mepaeed atau secara arak-arakan diiringi dengan gambelan. Ini adalah suatu kawibawaan (gensi) saja, sedangkan kasuksmannya sama saja dengan mencari toya hening tanpa mepaeed. Yang penting dalam mencari toya hening itu haruslah dengan upakara dan upacara.
Mengenai puspalingga dalam mamukur madia sedikit ada perbedaannya dengan puspalingga dalam mamukur alit. Perbedaannya antara lain adalah dalam mamukur madia, menur puspalingga mesanglup perak. Demikian pula wijaksaranya berbeda dengan puspalingga dalam mamukur alit sesuai dengan ketentuannya masing-masing. Perbedaan lain lagi adalah tingkatan puja-mantra yang digunakan oleh Ida Padanda yang muput, antara puja-mantra yang digunakan dalam mamukur madia. Perbedaan tingkatan puja-mantra yang digunakan menyebabkan perbedaan lamanya waktu yang diperlukan oleh Ida Padanda yang muput untuk memimpin upacara mamukur itu.
Tatacara
Tatacara atau edaan upacra mamukur madia, pada prinsipnya tidaklah berbeda dengan tatacara upacara mamukur alit. Di dalamnya menyelenggarakan suatu yadnya, bahwa tatacara dari pada upacara adalah sangat penting dipahami untuk tepatnya penyelenggaraan upacara itu dilakukan, sehingga mencapai sasaran yang tepat menurut tujuan dari pada menyelenggarakan yadnya itu sendiri.
Adapun tatacara atau edaan upacara mamukur madia adalah sebagai berikut :
- Diawali dengan mempersiapkan peralatan dan perlengkapan upacara. Upakara atau banten diatur letaknya sedemikian rupa sesuai dengan fungsi dan kegunaannya masing-masing.
- Ngangget don bingin.
- Nusuk don bingin dan dilanjutkan dengan membuat sekah puspalingga.
- Ngajum sekah puspalingga.
- Ngarereh toya hening.
- Malaspas bukur atau madhya.
- Ngaliwet adalah membuat nasi untuk saji tarpana yang diperuntukan kepada arwah mereka yang diupacarai itu.
- Ida Padanda yang muput munggah mapuja.
- Ngenyitin damar kurung.
- Ngilenang padudusan.
- Pembacaan Putrusaji.
- Pada tahapan akhir dari pada pemujaan Ida Padanda, dilakukanlah pamralinan.
- Ngaturang papendetan kepada sang dewapitara ( arwah yang tekah suci) yang dilinggihkan pada puspalingga.
- Ngeseng puspalingga.
- Makarya sekah tunggal.
- Nganyut sekah tunggal ke laut.
Upacara Mamukur Utama
Upacara mamukur utama lebih banyak menggunakan upakara dari pada upacara mamukur madia, karena beberapa hal yang dikembangkan. Pengembangannya itu berlandaskan ketentuan- ketentuan dalam sastra agama mengenai upacara mamukur itu sendiri, disamping itu juga memperhatikan dresta- dresta yang berlaku. Kendatipun demikian namun prinsip- prinsip upakara yang digunakan adalah sama saja, baik yang digunakan dalam upacara mamukur alit dan mamukur madia, maupaun yang digunakan dalam upacara mamukur uatama, dapat dideskripsikan secara pokok- pokoknya saja seperti dibawah ini.
- Upakara ngangget don bingin :
- Dhaksina pras suci kalih soroh
- Tipat kelanan kalih tanding
- Bantal kelanan kalih tanding
- Rayunan atanding
- Jaja mamanisan atanding
- Prayascita atanding
- Pangulapan asoroh
- Byakala asoroh
- Rantasan putih kuning
- Pasucian canang rebong
- Tikeh klasa abidang
- Wastra putih aled don bingin
- Lantaran wastra putih
- Segehan agung atanding
- Tatabuhan
- Alatnya adalah: galah ( juan) bambu kuning berisi satsat dan pada ujungnya berisi tiuk sudamala.
( Mengenai upakara ini mengikuti dresta yang berlaku setempat).
- Upakara nusuk don bingin :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Ajuman putih kuning atanding
- Rayunan atanding
- Rantasab putih kuning
- Pasucian atanding
- Sekarura beras kuning
- Segehan atanding
- Tatabuhan
- Upakara ngajum sekah :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Rayunan atanding
- Ajuman putih kuning atanding
- Prayascita atanding
- Panyeneng asiki
- Minyak wangi
- Rantasan putih kuning
- Jaja mamanisan atanding
- Canang gantal sagenep asoroh
- Segehan atanding
- Tatabuhan
- Upakara mapurwadhaksina :
Terlebih dahulu ngadegang sanggah surya ( tidak berisi sor surya).
Banten munggah di surya yaitu :
- Dhaksina gede sarwa pat siki
- Pras suci gede asoroh
- Banten ardhanareswari asoroh
- Rantasan putih kuning saperadeg
- Rayunan kalih pajeg
- Tipat kelanan kalih tanding
- Bantal kelanan kalih tanding
- Sasayut sane madan- adan 5 tanding.
Banten ring natar ring harepan surya :
- Babangkit asoroh
- Sasayut sane madan- adan asoroh
- Prayascita atanding
- Pasucian atanding
- Rantasan putih kuning
- Gelar sanga asoroh
- Sekarura beras kuning
- Segehan agung atanding
Banten lembu :
- Dhaksina gede pras suci asoroh
- Prayascita atanding
- Pangulapan asoroh
- Byakala asoroh
- Ayaban praspangambyan asoroh
- Sasayut pamiakkala atanding
- Sasayut raramararadan atanding
- Sasayut pabresihan atanding
- Segehan agung atnding
Panganggo lembu :
- Wastra putih kuning saparadeg
- Pecut mapontang emas
- Tanduk lembune masanglup emas
- Yeh anyar mawadah paso misi padanglepas apesel
( Lembune mapaya, mapun minyak wangi, masekar pucuk bang).
Banten panganggon lembu :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Nasi takilan mulam karangan asiki
- Wastra putih kuning saperadeg
- Kuwud abungkul
- Capil asiki
Pajekjekan lembu :
- Lantaran wastra putih
- Kawangen pangerekan
- Sekarura beras kuning
- Emas selaka
- Mirah
- Jinah bolong.
- Upakara ngarereh toya hening :
- Pras dhaksina suci kalih soroh
- Tipat kelanan atanding
- Bantal kelanan atanding
- Rayunan kalih tanding
- Prayascita atanding
- Pangulapan asoroh
- Byakala asoroh
- Pasucian atanding
- Segehan agung kalih tanding
( Mengenai ini mengikuti dresta yang berlaku setempat).
- Upakara madeeng ngunya mapinton :
- Pulogenbal sarad asoroh
- Babangkit dangsil asoroh
- Gayah utuh asoroh
- Saji tar[ana asoroh
- Pasucian atanding
- Rantasan putih kuning saperadeg
- Segehan agung atanding
- Tatabuhan
- Pras dhaksina suci asoroh, untuk setiap Pura atau Kawitan yang dituju.
- Upakara ngaliwet :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Prayascita atanding
- Byakala asoroh
- Pangulapan asoroh
- Segehan nasi barak atanding
- Pasucian
- Tatabuhan
- Beras maseruh ping 11 lan
- Eteh- eteh ngeliwet sajangkepnyane.
- Upakara ring sanggah surya pamukuran :
Banten sane munggah ring surya :
- Catur niri asoroh
- Pancasaraswati asoroh
- Gana asoroh
- Papuweran asoroh
- Banten masang lingga asoroh
- Ardhanareswari asoroh
- Wedhya asoroh
- Rantasan putih saparadeg
- Rantasan kuning saparadeg
- Pasucian lingga sajangkepnyane.
Banten ring sor surya :
- Babangkit asoroh
- Pulogembal
- Sekartaman
- Pagenian asoroh
- Gelarsanga asoroh
Banten ring natar harepan surya :
- Caru panca sanak asoroh
- Caru angsa putih asoroh
- Titimamah asoroh
- Babangkit asoroh
- Pagenian asoroh
- Gelarsanga asoroh
- Upakara ring Payadnyan :
Banten ring ulon sangge :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Dhaksina mapayas asiki
- Puspaijo asiki
- Gurupaduka asoroh
Banten ring harepan sangge :
- Dhaksina gede pras suci asoroh
- Catur lebah asoroh
- Saji tarpana soroh
- Sasuyut sane madan- adan 9 tanding
- Dyuskamaligi atanding
- Banten pabresihan atanding
- Beruk misi yeh kumkuman asiki
- Beruk misi yeh ambuh asiki
- Beruk kakocor misi yeh hening asiki
- Lilin wadah kakelentingan asoroh
- Cawan mawadah kakelentingan asoroh
- Base kinangan atanding
- Pasucian atanding
- Rantasan putih kuning saparadeg
- Gabogan tegeh kalih
- Sangsangan kakalih gantungan ring bale payadnyan.
Banten rimg ulon sekah puspalingga :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Dhaksina mapayas asiki
- Puspoijo asiki
- Gurupaduka asoroh.
Banten ring harepan sekah pupalingga :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Catur rebah asoroh
- Saji tarpana asoroh
- Dyuskamaligi atanding
- Banten pabresihan atanding
- Rantasan putih kuning saparadeg
- Pasucian atanding
- Base kinangan atanding
- Beruk misi yeh kumkuman asiki
- Beruk misi yeh ambuh asiki
- Beruk kakocor misi yeh hening asiki
- Lilin mawadah kakelentingan asoroh
- Cawan mawadah kakelentingan asoroh
- Gebogan tegeh kakalih
- Jarimpen tegeh kakalih
Banten ring harepan Payadnyan :
- Taman pulogembal sarad asoroh
- Babangkit dangsil asoroh
- Gayah utuh asoroh ( ulam suci)
- Gelar sanga asoroh
- Tatabuhan
- Sumbu misi payuk pere misi yeh hening kakalih
- Sumbu misi asep kakalih.
- Upakara mamaca Putrusaji :
- Dhaksina gede asiki
- Pras suci asoroh
- Wasrea putih
- Segehan atanding
- tatabuhan
- Upakara ringharepansang muput :
- Dhaksina gede kakalih
- Suci gede kakalih
- Pras dhaksina suci kalih soroh
- Catur asoroh
- Rayunan kalih pajeng
- Punya sajangkepnyane
- Wastra putih kuning saparadeg
- Upacara mralina :
- Dhaksina gede suci asoroh
- Menyan
- Astanggi
- Sekar tunjung putih (masurat wijaksara)
- Piring sutra
- Upakara padudusan alit :
- Praspancawara atanding
- Praskara atanding
- Pajajiwan atanding
- Pungun-pungun atanding
- Mretasanjiwani atanding
- Pangrabodan asiki
- Prayascita atanding
- Byakala asoroh
- Bungkak-kelapa mawarna 5 soroh
- Isuh-isuh atanding
- Sok shudamala asiki
- Penyeneng gede asiki
- Sekah-dewa asiki
- Sekarura beras-kuning
- Sosolan bebek putih miwah ayam-putihhidup pada siki
- Upacara pemlaspas bukur utawi madya
- dhaksina gede sarwa pat siki
- pras suci asoroh
- taman pulogembal asoroh
- bebangkit asoroh
- banten palaspas atanding
- prayascita atanding
- pangulapan asoroh
- byakala asoroh
- gelarsanga asoroh
- segehan agung atanding
- banten pemakuhan atanding
- tetabuhan
( ini menurut dresta dari undagi tukang bukur )
- Upakara damar kurung :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Saji kasturi asoroh
- Saji panunggal asoroh
- Kelapa kuning makasturi asiki
- Payuk pere misi toya hening asiki
- Upakara nunas tirtha ke pura dan ke kawitan
- Pras dhaksina suci asoroh
- Segehan
- Tatabuhan
- Upakara penganyutan bukur (maleburawu)
Terlebih dahulu ngadegang sanggah surya, munggah banten:
- Dhaksina gede suci asoroh
- Ardhanareswari asoroh
- Rantasan putih kuning
Banten katur ke segara ( ke air )
- Dhaksina gede suci asoroh
- Babangkit asoroh
- Prayascita asroh
- Pangulapan asoroh
- Byakala asoroh
- Pasucian atanding
- Lis gede isuh-isuh
- Gelarsanga asoroh
- Segehan agung atanding
- Tatabuhan
Banten pakelem ke segara
- Dhaksina gede suci acoroh
- Tegen tegenan lebeng-matah
- Bebek idup asiki
- Ayamhidup asiki
- Segehan agung atanding
- Tatabuhan
Banten harepan sang muput
- Dhaksina gede suci asoroh
- Pras dhaksina gede suci asoroh
- Rayunan apajeg
- Tipat kelan atanding
- Bantal kelanatanding
- Rantasan putih kuning
- Segehan atanding
- Tatabuhan
Banten jukung
- Dhaksina gede suci asoroh
- Prayascita atanding
- Byakala asoroh
- Pangulapan asoroh
- Tipat kelan atanding
- Bantal kelan atanding
(ini menurut dresta setempat)
Banten sang mamanjang jukung
- Dhaksina gede asoroh
- Wastra putih
- Segehan
- Tatabuhan
- Upakara untuk gambelan :
Apabila memakai gambelan gong, maka bantennya sebagai berikut :
- Dhaksina gede pras suci asoroh
- Nasi punjungan mulam karangan atanding
- Tipat gong mulam taluh maguling abungkul
- Segehan atanding
- Tatabuhan
Banten panguleman gong :
- Pras dhaksina suci asoroh
- Nasi punjungan mulam karangan atanding
- Ulam babakaran atanding
- Segehan atanding
( Ini menurut dresta berlaku setempat).
Apabila menggunakan gambelan: angkelung atau gong lwang, maka bantennya sama saja, hanya untuk banten gambelan angkelung, tipat gongnya diganti dengan tipat dampulan. Banten panguleman juga sama.
Kelengkapan upakara
Sesuai dengan nama mamukur utama, maka kelengkapan upacaranya adalah serba besar dan lengkap. Segala sesuatunya dilakukan secara upacara mamukur utama, kelengkapan upacaranya menggunakan bukur atau madhya untuk sang walaka atau ekajati sedangkan untuk sang sulinggih atau dwijati menggunakan padma ngalayang untuk tempat usungan sekah tunggal ngayut ke laut. Dalam pembuatan bukur atau padma ngalayang itu digunakan ketentuan ukuran ( sikut ) yang utama pula. Mengenai tingkatan atap ( tumpang) bukurnya adalah menurut kawongannya sesuai dengan drestanya.
Oleh karena upacara mamukur utama itu serba besar, maka tempat upacaranya memerlukan tempat yang agak luas. Maka dari itu tempat upacaranya biasanya dilakukan ditanah lapang yang agak luasmisalnya sawah, di tegalan atau di halaman depan dari suatu pamerajan. Ditempat upacara itu dibangun bale payadnyan, bale pawedan, sanggar surya (sanggar tawang) yang besar, tinggi dan megah serta dikelilingi pagar yang penuh dengan hiasan, sehingga kelihatannya indah, megah dan semarak.
Di dalam upacara mapurwadhaksina menggunakan seekor lembu putih ( kalau tidak ada bisa diganti dengan lembu biasa). Untuk di Bali, lembu putih itu biasanya didapatkan di desa Taro Kecamatan Tagalalang Gianyar. Terlebih dahulu lembu itu dimandikan dan diberikan upakara penyucian serta diberi panganggo yang telah ditentukan untuk itu. Ketika mapurwa dhaksina, lembu itu dituntun mengelilingi Payadnyan diikuti oleh sekah puspalingga yang dijunjung diatas kepala atau dipangku di depan dada disertai gagitan yaitu : kidung, tantri atau kakawin.
Unen- unen atau gambelan yang digunakan dalam mamukur utama adalah angkelung atau gong lwang. Oleh karena gong lwang sangat langka, maka sebagai penggantinya adalah gong gede yang biasa saja. Penggunaan unen- unen atau gambelan tertentu dalam upacara pitra yadnya, baik pada waktu ngaben dan mamukur, maupun pada waktu ngalinggihang sang dewapitara adalah mempunyai arti simbolik tersendiri, disamping juga mempunyai nilai psiko religious.
Upacara mencari toya hening dilakukan secara berarak- arakan atau mapeed dengan peralatan atau atribut selengkapnya diiringi gambelan, sehingga menampakkan suatu suasana yang meriah. Sesungguhnya peed ini hanyalah suatu kewibawaan saja, sedangkan kasuksmaannya sama saja dengan tata cara mencari toya hening yang sederhana. Yang penting dalam mencari toya hening itu haruslah dengan upakara dan upacara seperti yang telah ditentukan, karena mempunyai arti penting secara tersendiri.
Kelengkapan mengenai sekah puspalingga. Dalam mamukur utama, menur sekah puspalingga masanglup emas. Demikian pula wijaksana yang dituliskan pada buluh sekah puspalingga itu berbeda berbeda dengan yang dituliskan pada buluh sekah puspalingga dalam mamukur madia dan mamukur alit. Mengenai ini ada ketentuan sastranya untuk dijadikan pegangan, supaya tidak keliru menyelenggarakannya. Demikian pula puja mantra yang digunakan oleh Ida Padanda yang muput berbeda tingkatannya antara yang digunakan dalam mamukur alit, mamukur madia dan mamukur utama. Makin tinggi atau makin besar tingkatan upacaranya, makin tinggi atau makin banyak puja mantra yang digunakan dalam memimpin upacara itu. Maka dari itulah dalam mamukur utama ini Ida Padanda yang muput akan memerlukan waktu yang cukup lama dalam memimpin upacaranya. Disebabkan karena banyaknya puja mantra yang digunakan, maka itu didalam upacara mamukur utama sering menggunakan beberapa orang padanda untuk mupu dengan pembidangan ( among- amongan) masing- masing.
Suatu ciri khas dari pada upacara mamukur utama adalah mengadakan upacara mabhawa yaitu suatu upacara resi bojana yang besar dihaturkan kepada Ida Padanda yang muput dan juga kepada beberapa wiku atau sulinggih yang menyaksikan upacara mamukur itu. Di dalam mamukur alit dan mamukur madia, upacara mabhawa itu tidak dilakukan.
Tatacara
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa tatacara atau eedan dari pada suatu upacara adalah sangat penting dipahami untuk tepatnya penyelenggaraan suatu upacara, guna mencapai tujuan dari pada penyelenggaraan yadnya itu sendiri. Tatacara atau eedan uoacara mamukur utama, pada prinsipnya tidaklah berbeda dengan eedan upacara mamukur madia. Ada beberapa hal saja yang nampak berbeda, namun sesungguhnya hal itu hanyalah merupakan pengembangan saja dari pada eedan upacara mamukur madia, karena disana sini ditambah dan dikembangkan sehingga keadaannya serba mewah, besar dan semarak. Kendatipun demikian namun penambahan dan pengembangannya itu patutlah sesuai dengan petunjuk sastra agama yang ada.
Adapun beberapa eedan upacara mamukur utama itu adalah seperti di bawah ini :
- Terlebih dahulu upakara atau banten serta peralatan- peralatan upacara dipersiapkan. Upakara atau banten- banten yang akan digunakan diatur letaknya sedemikian rupa (manjahang banten) sesuai dengan fungsi dan kegunaannya masing- masing. Dalam hal ini tukang banten berperan penting, mengelompokkan banten- banten yang akan digunakan sesuai dengan tahapan upacara.
- Ngangget don bingin
- Nusuk don bingin
- Ngajum
- Ngarereh toya hening
- Madeeng ngunya mapinton
- Mapurwadhaksina
- Melaspas bukur atau madhya
- Ngaliwet
- Ida Padanda yang muput muggah mapuja
- Ngenyitin damar kurung
- Ngilenang pedudusan
- Pembacaan Putrusaji
- Muspa
- Mralina
- Ngaturang papendetan
- Ngeseng puspalingga
- Makarya sekah tunggal
- Ngayut sekah tunggal ke laut. Sekah tunggal yang sudah berada di dalam bukur atau madhya atau padma ngalayang diusung ke laut untuk di anyut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar