ॐ नमः शिवाय

Senin, 27 Juli 2015

Dapatkan Harta dengan Jalan Dharma



"Yer thah klacena mahata dharmasyatikramen va,
arerva pranipatena ma sma tesu krtha manah". (SARASAMUCCAYA Sloka 266)

Artinya

"Adalah uang yang diperoleh dengan jalan jahat (melakukan siksaan), uang yang diperoleh dengan jalan melanggar hokum ataupun uang persembahan musuh, uang yang demikian halnya jangan hendaknya diingin-inginkan".

Analisis
Dalam ajaran agama Hindu mengenal dengan idiologi yaitu Catur purusaartha yang didalamnya membahas tentang bagaimana mendapatkan artha (materi), dengan kama (nafsu)berdasarkan dharma (kebenaran)untuk mencapai moksa (keabadian). Dalam Catur purusaastha ini sudah sangat jelas mengatakan materi itu hendaknya diperoleh dengan jalan Dharma yaitu kebenaran, kebaikan dan sebagainya.

Jika materi dalam bntuk uang tersebut didapat dengan jalan yang tidak  sesuai atau menyimpang dari ketentuan Dharma seperti merampok, mencuri, maka uang tersebut tidak diperbolehkan, demikian juga halnya dalm memcari materi (uang)dengan pelanggaran hukum, seperti halnya korupsi, cara tersebut akan merugikan semua pihak Negara , masyarakat, maupun diri sendiri. Menginginkan materi (uang) dengan cara tersebut sama saja meninginkan sesuatu dengan mengabaikan nilai-nilai Dharma.

Di negeri ini instansi mana yang bebas dari kasus korupsi ?hampir tidak ada, korupsi di Indonesia seperti penyakit kronis yang sulit untuk disembuhkan dan perlu diingat bahwa korupsi tidak ada hubunganya dengan agama apapun. Korupsi adalah penyakit mental individu koruptor itu sendiri.
Korupsi atau corruptela(yunani) berarti mencuri atau mengambil milik orang lain tanpa ijin pemiliknya. Corruptio (latin) berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalikan, menyogok. Di ranah pelayanan publik (tata pemerintahan modern) korupsi berarti tindakan pejabat publik baik politisi, pegawai negeri, yang menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepadanya. Lebih dari itu korupsi telah menjamah tataran filsafat, teologi dan moralitas yang berhubungan dengan impuritas moral atau deviasi ideal. Artinya tindakan korupsi meninggalkan setitik noktah yang menggores kemurnian jiwa yang menyebabkan ketidakseimbangan (imperfection) dalam diri manusia.
Bagaimana pandangan Hindu tentang korupsi? Penyebab noktah hitam moral itu dalam Hindu dikenal dengan Panca Ma, Panca Ma terdiri dari :
  1. Madat(narkoba)
  2. Mamunyah(mabuk-mabukan)
  3. Madon(memitra: berzina)
  4. Mamotoh(berjudi)
  5. Mamaling(mencuri/korupsi)
Kelimanya harus dihindari. Mamaling sebagai corruptela pada dasarnya berarti mencuri adalah dosa yang harus dihindari. Sejarah korupsi menunjukkan bahwa sanksi keras bagi koruptor sudah diberlakukan sejak Ratu Shima memerintah Kalingga (Pra Majapahit) di Jawa Tengah 632 masehi. Rahib Cina I-Tsing mewartakan dalam berita Cina bahwa Jawa Tengah terdapat kerajaan Ho-Ling yang diperintah oleh seorang Ratu Shima, yang mendidik rakyatnya agar selalu jujur dan menindak keras kejahatan pencurian. Hukuman potong tangan bagi siapa saja yang mencuri. Suatu ketika seorang raja dari seberang mengujinya dengan meletakkan sekantung uang emas di pesimpangan jalan dekat pasar. Tak seorangpun rakyak Kalingga yang berani menyentuh apalagi mengambil kantung itu. Namun 3 tahun berselang kantung itu disentuh oleh putra mahkota dengan kakinya. Apa yang terjadi? Demi menjunjung hukum Ratu Shima menjatuhkan hukuman mati pada putranya. Namun dewan menteri memohon agar Ratu Shima mengampuni kesalahan putranya, dengan memotong kaki sang pangeran.
Di Bali budaya anti korupsi dibangun sejak dulu, seperti di Batur ada upacara Matiti Suara yang merefleksikan prinsip transparansi, akuntabilitas dan kontrol terhadap aturan main pelaksanaan sistem upacara. Istilah maling matimpuh (pencuri duduk santai bersimpuh) adalah sebutan bagi mereka yang mencuri uang negara dengan cara sangat mudah. Istilah lain di Bali tentang korupsi yaitu “Pajeng tataring, ane ngijeng ane mamaling” yang mengandaikan betapa mudahnya aparat yang seharusnya menjaga aset negara atau kekayaan masyarakat malah melakukan pencurian(korupsi). Dengan demikian, kearifan budaya Bali telah mengindentifikasi betapa mudahnya aparat negara melakukan tindakan korupsi. Maka korupsi harus diwaspadai, bahkan lembaga pemberantasa korupsi, memandang korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa(extra ordinary crime).
Sumber : http://hindualukta.blogspot.com/2015/06/dapatkan-harta-dengan-jalan-dharma.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar