ॐ नमः शिवाय

Selasa, 28 Juli 2015

Hak Asasi Manusia dalam Hindu


Pendahuluan
Dewasa ini hak asasi manusia tidak lagi dipandang sekadar sebagai perwujudan paham individualisme dan liberalisme seperti dahulu. Hak asasi manusis lebih dipahami secara humanistik sebagai hak-hak yang inheren dengan harkat martabat kemanusiaan, apa pun latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin  dan pekerjaannya. Konsep tentang hak asasi manusia dalam konteks modern dilatarbelakangi oleh pembacaan yang lebih manusiawi tersebut.
Masalah hak asasi manusia menurut para sarjana yang melakukan penelitian pemikiran Barat tentag negara dan hukum, berpendapat bahwa secara berurut tonggak-tonggak pemikiran dan pengaturan hak assasi manusia mulai dari Magna Charta (Piagam Agung 1215), yaitu dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan raja John dari Inggris kepada bangsawan .
Hak Asasi Manusia sudah ada sejak zaman dahulu, hanya saja kebanyakan bersifat normative dan hanya tersirat yang tertuang didalam kitab suci.  Hindu memiliki Konsep HAM yang tinggi yang tertuang didalam weda, baik weda Sruti maupun weda Smerti.
Tentang persamaan didalam bhagavad gita tidak hanya dengan manusia tetapi juga terhadap semau mahkluk hidup seperti kutipan sloka berikut:
vidya-vinaya-sampannebrahmane gavi hastini suni caiva sva-pake capanditah sama-darsinah
(Bhagavad Gita 5.18)
The humble sages, by virtue of true knowledge, see with equal vision a learned and gentle brahmana, a cow, an elephant, a dog and a dog-eater [outcaste].
Artinya :
Para resi yang rendah hati, berdasarkan pengetahuan yang sejati, melihat seorang brahmana yang bijaksana dan lemah lembut, seekor sapi, seekor gajah, seekor anjing dan orang yang makan anjing dengan penglihatan yang sama.
Orang yang pikirannya telah mantap dalam persamaan dan kemerataan sikap, telah mengalahkan keadaan kelahiran dan kematian. Bagaikan Brahman mereka bebas dari kelemahan, dan karena itu mereka sudah mantap dalam Brahman”.( Bhagavad-gita 5.19) Kitab Isa Upanisad sloka 6 menyatakan : ” Yas tu sarvani bhutani atmanyevanupasyati sarva bhutesu catmanam tato na vijugupsate.” Artinya : ” Dia yang melihat semua mahluk pada dirinya (Atman) dan dirinya (Atman) sendiri pada semua mahluk, Dia tidak lagi melihat adanya sesuatu perbedaaan dengan yang lain.”[1]
Pengertian Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1[2].
Undang-undang mengartikan bahwa  “Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)[3].
Macam – Macam Hak Asasi Manusia
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948 berisi 30 pasal memuat macam-macam HAM sebagai berikut:
a. Hak atas kewarganegaraan (Pasal 15).
b. Hak untuk menikah dan membentuk keluarga (Pasal 16).
c. Hak atas kekayaan (Pasal 17).
d. Hak kebebasan berkeyakinan agama (Pasal 18).
e. Hak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat (Pasal 19).
f. Hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat (Pasal 20).
g. Hak ikut serta dalam pemerintahan (Pasal 21).
h. Hak atas jaminan sosial (Pasal 22 dan Pasal 25).
i. Hak atas bidang pekerjaan (Pasal 23 dan Pasal 24).
j. Hak atas bidang pendidikan (Pasal 26).
Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat
Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikirandengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Setiap warga negara baik perorangan maupun kelompok bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kemerdekaan untuk mengeluarkan pendapat merupakan sebagian dari hak asasi manusia. Oleh sebab itu, kemerdekaan mengeluarkan pendapat dijamin oleh Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia PBB maupun UUD 1945.  Isi Pasal Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia PBB tentang kemerdekaan mengeluarkan pendapat adalah sebagai berikut:
Pasal 19
”Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk dan kebebasan mempunyai pendapat­pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan­keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara apa pun juga dan tidak memandang batas-batas” Kemerdekaan untuk mengeluarkan pendapat merupakan sebagian dari hak asasi manusia. Oleh sebab itu, kemerdekaan mengeluarkan pendapat dijamin oleh Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia PBB maupun UUD 1945.
Didalam Rg Veda,  X.191.2-4 Menyebutkan  “Hendaklah bersatu padulah, bermusyawarah dan mufakat guna mencapai tujuan dan maksud yang sama, seperti para Dewa pada zaman dahulu telah bersatu padu. Begitu juga, bersembahyanglah menurut caramu masing-masing, namun tujuan dan hatimu tetap sama, serta pikiranmu satu, agar dikau dapat hidup bersama dengan bahagia”.
Berdasarkan Mantra veda tersebut sangat jelaskan mengajarkan kebebasan berpendapat dengan musyawarah mufakat.
Kebebasan Memeluk Agama
Kemajemukan atau keberagaman bukan hanya sebagai sebuah realitas sosial. Undang-undang dasar 1945 sebagai hukum negara menyatakan dengan jelas bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama nya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Karena itu ditegaskan semua agama memiliki hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang, termasuk pemeluk agama untuk menjalankan agamanya secara bebas. Yang lain tidak perlu dipaksa pindah agama sebagaimana realita yang kita lihat selama ini. Setiap orang memiliki hak dasar memeluk agama, yang berarti kebebasan dan kewenangan seseorang untuk menganut suatu agama yang tercantum dalam veda kususnya bhagavad gita.
Umat Hindu menghormati kebenaran dari mana pun datangnya dan menganggap bahwa semua agama bertujuan sama, yaitu menuju Tuhan, namun dengan berbagai sudut pandang dan cara pelaksanaan yang berbeda. Hal itu diuraikan dalam kitab suci Bhagavad Gita[4]sebagai berikut:
samo ‘ha sarva-bhūteu na me dveyo ‘sti na priyah
ye bhajanti tu mā bhaktyā mayi te teu cāpy aham
(Bhagawadgita, IX:29)
Arti:
Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua makhluk.
Bagi-Ku tidak ada yang paling Ku-benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi.
Tetapi yang berbakti kepada-Ku, dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya pula
Ye yathā mām prapadyante tāms tathaiva bhajāmy aham,
mama vartmānuvartante manusyāh pārtha sarvaśah
(Bhagawadgita, 4:11)
Arti:
Jalan mana pun yang ditempuh seseorang kepada-Ku,
Aku memberinya anugerah setimpal. Semua orang mencari-Ku
dengan berbagai jalan, wahai putera Partha (Arjuna)
Yo yo yām yām tanum bhaktah śraddhayārcitum icchati,
tasya tasyācalām śraddhām tām eva vidadhāmy aham
(Bhagawadgita, 7:21)
Arti:
Kepercayaan apapun yang ingin dipeluk seseorang,
Aku perlakukan mereka sama dan
Ku-berikan berkah yang setimpal supaya ia lebih mantap
Hak Pendidkan Yang Sama
Secara sepesifik, tentang pendidikan (pengajaran) dalam konsep HAM PBB tersebut tertuang dalam pasal 26 ayat 1,2 dan 3, berbunyi:
1. Setiap orang memiliki hak atas pengajaran. Pengajaran harus bebas, artinya pada tingkat-tingkat elementer dan fundamental. Pengajaran elementer harus wajib. Pengajaran teknik dan profesi pada umumnya harus terbuka, dan pengajaran tinggi harsu terbuka  bagi semua berdasarkan kecakapannya.
2. Pengajaran harus diarahkan pada perkembangan penuh kepribadian insan dan pengokohan rasa hormat terhadap hak asasi manusia dan prinsip-prinsip kebebasan. Dia harus memajukan pengertian, toleransi dan persahabatan diantara kelompok-kelompok  ras dan keagamaan, disamping harus mengembangkan aktivitas-aktivitas Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam menjaga perdamaian.
3. Orang tua mempunyai hak utama untuk memilih macam pendidikan yang akan diberikan kepada anak-anaknya. Demikian pula pasal 27 ayat 1 dan 2  berbunyi:
1. Setiap orang berhak untuk bebas berpartisipasi di dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, untuk menikmati kesenian dan berperan serta dalam memajukan ilmu pengetahuan dan menikmati manfaatnya.
2. Setiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan kepentingan moral dan material yang ia peroleh dari setiap usahanya dibidang keilmuan, kesusasteraan, kesenian di mana ia menjadi penciptanya.
Kaitannya dengan pasal tersebut didalam weda disebutkan bahwa semua golongan masyarakat berhak mendapatkan pendidikan yang sama;
yathemam vacam kalyanim avadani janebyah, Brahma rajanyabhyam sudraya caryaya, Ca svaya caranaya ca – Yayurveda 26.2.
“hendaknya disampaikan sabda suci ini kepada seluruh umat manusia, cendikiawan, rohaniawan, raja, pemerintah, masyarakat, para pedagang, petani, buruh, kepada orang – orangKu dan kepada orang asing sekalipun”
Berdasarkan sloka Yajurveda tersebut sangat jelas bahwa pendidikan adalah hak semua insan.
Hak Untuk Hindup Dan Mendapatkan perlakuan Yang Sama
Tat Twam Asi [5] dan Ahimsa [6]
Dalam ajaran Hindu tentang ahimsa mengajarkan setiap mahkluk hidup mendapatkan hidup yang layak dan sama bagi semua yang bernyawa sedangkan  tattwam asi merupakan ajaran yang menganggap manusia sama dan sederajat .
Kata  ahimsaterdapat dalam buku-buku suci agama Hindu klasik Upanishad, Yoga Sutra dan Bhagavad Gita. Secara harfiah kata Sanskrit itu berarti ketiadaan gangguan, ketiadaan serangan atau ketiadaan kejahatan. Ahimsa adalah gaya hidup yang menjauhkan diri dari segala perbuatan yang menyakiti siapa pun atau merusak apa pun. Ahimsa adalah nazar asketis bagi orang yang mencari kebenaran dan kekudusan. Setelah sekian abad kata ahimsa dipakai secara terbatas di kalangan agama Hindu, mendadak pada 1920-an kata itu mencuat menjadi populer ke seluruh dunia.
TATWAM ASI merupakan mahavakya atau ajaran yang bersumber dari Weda, memiliki dimensi metafisika, fisika, etika sosial dan landasan humanisme Hindu. tatwam asi berdasarkan konsep advaita vedanta (monisme) memandang manusia secara esensial sama.
Tatwam asi adalah ajaran normatif yang tidak semata-mata berlaku sesama manusia, tetapi juga terhadap makhluk hidup dan bahkan benda mati sekalipun. Sebab, dalam semua benda itu terdapat energi yang tidak lain adalah panas atau prana. Itu daya hidup. Karena itu segala perbuatan yang dapat mengakibatkan penderitaan, ketidakseimbangan, disharmoni, bahkan penghancuran dan kematian orang lain dan alam semesta bertentangan dengan ajaran tatwam asi,
Dalam perspektif Hindu, ahimsa bukan sebuah kondisi fisik, tetapi sikap mental mencintai. Nonkekerasan sebagai suatu kondisi mental, berbeda dengan sikap tak melawan. Nonkekerasan tak memiliki dendam dan kebencian. Namun kedua mahavakya itu, kata Yudha Triguna, bukanlah sesutu yang mudah dilaksanakan. Dia memerlukan proses latihan, dengan kesadaran dan komitmen diri untuk meningkatkan kehidupan spiritual.
Tatwam asi tak bisa dilaksanakan jika dalam diri masih ada rasa dengki, iri hati, dendam, marah, fitnah dan seterusnya. Karena sifat itu menghambat dan menghalangi kesadaran diri yang cenderung melahirkan sifat keakuan (ego). Karena itu ajaran ini baru menjadi suatu pola tindakan, manakala telah dilaksanakan sebagai bentuk disiplin, sebab agama adalah praktik dan disiplin diri.
Demikian sedikit uraian Hak Asasi Manusia (HAM) persfektif hukum Hindu, diatas hanya sedikit kutipan tentang HAM dan masih banyak lagi yang belum dibahas diatas.
Akhir kata mari renungkan sloka beriktu ini bahwa dimata hukum manusia sama :
” Dandah sasti prajah sarva danda evabhiraksati, danda suptesu jagarti danda dharmam vidurbudhah “
(Manu Smerti)
Sangsi hukum itu memerintah semua mahluk, hukum itu yang melindungi mereka, hukum yang berjaga selagi orang tidur, orang – orang bijaksana menyamakannya dengan dharma.
Om Shanti, Shanti , Shanti Om.
Catatan Kaki [1] . PHDI Pusat , Kerukunan dan Perdamaian,http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=58&Itemid=79 [2]http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia [3]http://gurupkn.wordpress.com/2008/02/22/pengertian-pengertian-hak-asasi-manusia/ [4] Wikipedia, Ensiklopedia Agama Hindu [5] tat tvam asi- “Engkau adalah itu atau engkau adalah Tuhan” (Chandogya Upanishad 6.8.7 dari Sama Veda) [6] Ahimsa atau ahiṃsā atau ahingsā(Devanagari: अहिंसा; IAST ahiṃsā) adalah sebuah istilah Sanskerta yang berarti “antikekerasan”. Ahimsa merupakan bagian penting dari agama Hinduisme, Jainisme, dan Buddhisme. Konsep ini pertama kali digunakan dalam sebuah kitab Hindu yang disebut Upanishad, yang salah satu bagiannya berasal dari tahun 800 SM[1]. Konsep ini kemudian dijelaskan lebih lanjut di Bhagavad Gita, Puranas dan kemudian teks-teks Buddhis. Konsep ini diperkenalkan kepada Barat oleh Mahatma Gandi. Beberapa orang berpendapat, gerakan anti-kekerasan yang dilakukan Gandhi memengaruhi gerakan kemanusiaan yang lain seperti gerakan Martin Luther King Jr. dan Nelson Mandela.Tulisan Terkait:
  1. Kewenangan Pengadilan dalam Mengadili Perkara Sengketa Perkawinan
  2. Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Sebagai Korban Delik Adat Lokika Sanggraha
  3. Ruang Lingkup Hukum Hindu
  4. Dasar Hukum, Filosofi dan Aturan Pengucapan Gayatri Mantram
  5. Sivarātri Di India Dan Di Bali Sebuah Kajian Banding
  6. Dinamika Sampradaya
  7. Mencari Artha Berlandaskan Dharma
  8. Penyimpangan Sosial Perayaan Siwaratri
  9. Pelit Itu Dosa
  10. Jadilah Seorang Pengasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar