ॐ नमः शिवाय

Selasa, 03 November 2015

Kasta

Kasta


Sistem kasta, sebagaimana yang dipahami dalam masyarakat luas: adalah sebuah mengelompokan manusia dalam satuan kelompok kecil berdasarkan "profesi" yang diwariskan secara turun temurunan.
Adalah sangat beruntung mereka yang terlahir dalam lingkungan kasta atas, karena mereka masih mendapat peluang/keluasaan untuk "lintas sektoral" misalnya seorang Brahman masih mungkin untuk berkiprah dalam sektor Ksatria. Sedangkan yang paling menderita adalah yang terlahir dari rahim keluarga Paria, yang dikatagorikan sebagai manusia buangan (karena tidak termasuk dalam lingkup kasta).

Lalu apakah demikian ajaran Hindu?

(semoga pendapat saya ini tidak dianggap sebagai suatu excuse)

Dalam ajaran Hindu, yang berinduk pada kumpulan kitab sastra Rigveda, memang terdapat sebuah aturan yang mengatur pembagian tugas dalam menjalankan kehidupan dengan istilah Varna (warna).
Pembagian tugas ini merupakan simbolisasi bagian tubuh Prajapati (dewa Brahma, sebagai pencipta), yaitu:

  1. Mulut = Brahman, sebagai bagian tubuh yang bertugas untuk mengumpulkan pengetahuan dan memberikan nasehat ~ tugas pemimpin agama.
  2. Tangan = Ksatria, dengan tugas untuk melindungi ~ termasuk memimpin negara dan tentara.
  3. Tubuh = Waisya, dengan tugas untuk memberikan limpahan makanan ~ termasuk petani, pedagang.
  4. Kaki = Sudra, yang bertugas melayani ketiga kasta terdahulu.

Sampai disini saya yakin kita dapat memahami tujuan pembagian tugas yang sangat profesional untuk masa tersebut; sebab kalau para profesional tersebut menjalankan tugas diluar batasan profesinya maka keteraturan tidak akan pernah terbentuk.
Dapatkan seorang Brahman mendalami agama kalau pada saat yang bersamaan harus pergi berperang atau memecah perhatiannya untuk urusan perut?
Atau seorang ksatria yang harus berperang namun pada saat yang bersamaan harus memimpin upacara keagamaan?
Atau seorang petani yang seharian bekerja diladang namun harus menjalani puasa sebagai bagian dari lelaku keagamaan?

Rigveda tidak membahas bahwa pembagian tugas ini bersifat regenerative, tidak berarti tanggung jawab ini juga menjadi tanggung jawab & hak sanak keluarganya.
Dalam perkembangan ajaran Hindu selanjutnya Rsi Svayambhuva seorang resi-manu mempelopori untuk memberikan "nilai aturan" dalam ajaran Hindu yang kemudian dikenal sebagai Mānava-dharmśāstra atau Manusmṛti (aturan Manu) diperkirakan dibuat pada periode tahun 200 SM hingga 200 M.
Pada awalnya resi Svayambhuva membuat 10.000 sloka yang memuat berbagai hukum yang berlaku dalam ajaran Hindu. Kemudian resi-resi Manu pengganti Svayambhuva secara beruntun mengurangi jumlah aturan-aturan tersebut hingga akhirnya hanya berjumlah 2685 sloka saja.

Dalam buku "aturan Manu" inilah bahasan Varna dijabarkan dan berlaku pula secara regenerative dimana dituliskan ... Untuk pertumbuhan dunia, Brahman menciptakan Brahmana (golongan pandita), Kshatriya (golongan prajurit), Waisya (golongan pedagang), dan Sudra (golongan pekerja).
dan juga bagaimana pengelompokan ini berlaku pada proses Hukum Karma dan Reinkarnasi...

Saya berpendapat:
Pada masa tersebut, setiap keluarga dari turunan tertentu akan mewarisi kemampuan dan ketrampilan generasi sebelumnya baik secara genetikal maupun tradisi ~ sehingga "pertumbuhan" aturan akan berlangsung secara lebih pasti.

Pada saat masa para Rsi Manu berakhir, sebenarnya banyak dari para pemimpin ajaran Hindu yang mencoba menyampaikan protes pada konsepsi Varna ini, kita ambil contoh:
Dalam kitab Mahabarata, tentang Karna yang dalam perjuangan hidupnya sebagai anak seorang kusir (sudra) mendapatkan kesempatan menjadi adipati (ksatria) dan banyak contoh lain...

Protes dan penentangan pada konsepsi ini juga dilakukan oleh Sidharta Gautama (Ksatria) yang membuang diri dalam lingkungan kaum paria hingga akhirnya mendapatkan kesempurnaan menjadi Budha.

Tokoh-tokoh Hindu era modern juga melakukan penentangan konsepsi ini, misalnya pandhit Mahatma Gandhi dengan kelompok Harijan (dari golongan paria) yang menentang penggunaan konsepsi Kasta dalam kehidupan keseharian di India yang membuahkan pelarangan menerapkan konsepsi Kasta di luar jalur keagamaan.

****************
Kasta [dalam bhs portugis, casta=keranjang] menjadi semakin kuat dan melembaga sebenarnya bukan karena ajaran Hindu (baik dari rigveda maupun manusriti) tetapi dari budaya feodalism lingkungan kerajaan yang melegalisir kekuasaan dengan mengatas namakan agama.... nah kalau sampai titik ini, saya rasa Kasta berlaku di semua bentukan kebudayaan manusia...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar