Fenomena hantu telah melahirkan berbagai bentuk kebudayaan di berbagai belahan bumi. Mitos - mitos tentang hantu berikut ritual pengusir dan penjinak hantu berkembang sedemikian rupa dan kemudian menjadi tradisi di masing - masing tempat. Kepercayaan - kepercayaan akan penampakan hantu juga menghasilkan berbagai mitos tentang rumah tua berhantu, hantu pohon jambu, hantu kuburan, hantu pabrik dan sebagainya. Tak berhenti sampai di situ, "hantu" juga menghasilkan industri hiburan : novel - novel bertemakan hantu, juga film dengan cerita hantu, seperti film "Si Manis Jembatan Ancol" film "Hantu Tali Pocong" atau film "Ghost" dan seterusnya. Sementara itu, dalam agama - agama tertentu ada doa - doa pengusir hantu. Pokoknya hantu demikian mewarnai kehidupan manusia. Tak perlu dipersoalkan, apakah hantu itu ada atau tidak, yang penting "keyakinan tentang hantu" sudah menjadi bagian hidup manusia.
Vasudeva kuthumbhakam, bahwa dunia ini merupakan suatu unit keluarga besar. Sloka ini mengisyaratkan suatu cara pandang untuk melihat segala sesuatunya berada dalam suatu tataran harmoni. Tidak ada kontradiksi dan pertentangan di dalam suatu lingkup keluarga besar itu. Manusia, apa pun ras dan agama maupun warna kulitnya, apa pun bangsa, tingkat pendidikandan kekayaan, maka mereka semua adalah satu keluarga. Anggota keluarga besar itu juga terdiri dari beraneka jenis hewan, ikan, tumbuhan dan makhluk hidup lainnya. Bahkan persaudaraan itu meliputi sesama ciptaan. Ada dewa - dewa, roh leluhur, hantu, demit, peri, preta, bhuta - bhuti, yaksa, gandharwa, danawa, raksasa dan berjenis - jenis makhluk halus lain adalah anggota keluarga lainnya di dalam rumah yang bernama alam semesta ini.
Sebagai satu keluarga besar, maka azas dari hidup berkeluarga adalah saling mengasihi, menghormati, mau sama - sama berbagai, saling menjaga, yang tujuannya adalah untuk mewujudkan suatu kehidupan keluarga yang tenteram, damai, dan harmonis. Itulah cara pandang kekeluargaan, tetapi tentunya cara pandang itu berbeda, jika yang satu tidak menganggap anggota ciptaan lainnya sebagai anggota keluarganya. Kalau mengedepankan paradigma perbedaan dengan mengusung prinsip hirarkhi terstruktur di dalam kelompok tersebut, niscaya yang akan muncul adalah kontradiksi, konflik, saling menindas. Semua itu menghasilkan keruwetan dan ketidakseimbangan.
Hantu dalam makna denotative hanyalah satu elemen saja yang mempengaruhi struktur pikiran seseorang yang percaya untuk menjadi takut, cemas dan beragam sensasi tak nyaman lainnya. Selain hanya dalam makna denotative, ada juga hantu dalam makna konotatif (arti kias). Hantu dalam makna konotatif ini pun tak kalah hebat pengaruhnya di dalam menjadikan pikiran seseorang menjadi takut, cemas, khawatir. Ketidakpastian akan masa depan, karena sulitnya memperoleh pekerjaan, kecemasan yang ditimbulkan oleh sakit penyakit, ketakutan terhadap keberlangsungan perkawinan, hubungan keluarga, karir dan sebagainya, adalah hantu - hantu dalam makna konotatif yang boleh jadi bisa menimbulkan ketakutan terhadap hantu sungguhan. Ketakutan terhadap hantu sungguhan akan segera berakhir manakala fajar menyingsing atau dengan ngumpul ramai - ramai bersama teman - teman. Namun, ketakutan akan ketiadaan masa depan akibat susahnya mendapat pekerjaan akan berlangsung sepanjang waktu, baik malam, pagi, diobati dengan ngumpul ramai - ramai bersama teman. Ketakutan terhadap hantu sungguhan mungkin bisa diatasi dengan membaca doa dan mantra - mantra, tetapi "hantu" karena menganggur atau ketidakpastian masa depan tak bisa pergi hanya sekedar dengan dimantrai.
Demikian banyak ada hantu di kepala manusia, tergantung seberapa banyak kecemasan yang ia ciptakan untuk dirinya sendiri. Hantu - hantu peneror kepala itu bisa bersumber dari pengalaman halusinasi, imaginasi berlebihan maupun fenomena alamiah bersifat gaib. Teror hantu juga bisa bersumber dari kitab - kitab keagamaan, cerita dari mulut ke mulut yang direaksi secara berlebihan, dan berbagai sumber lainnya.
Sebenarnya ada yang menarik dalam mental manusia. Manakala mereka cemas dan takut, maka mereka membayangkan hantu, setan, bhutakala, neraka, dosa dan sederetan daftar pemicu kecemasan lainnya. Sebaliknya , bila menusia dibuahi harapan hidup, maka segera dalam mentalnya membayangkan dewa - dewa, sorga, moksa dan sebagainya. Karena itu, di sini ditemukanlah jawabannya, mengapa agama - agama selalu menasihati pemeluknya untuk selalu ingat Tuhan, maksudnya supaya pikiran manusia senantiasa bergerak dalam gelombang optimistik, karena hanya dengan dorongan optimisme hidup ini dapat dinikmati. Sebaliknya, bila pikiran selalu memikirkan dosa, neraka, iblis, hantu, leak dan sebagainya, maka hidup dapat menjadi pesimis dan hidup ini pun terasa kering, pengap dan sumpek. Karena itu, boleh saja membicarakan, mempercayai hantu, setan, bhuta kala, leak, genderuwo, dan sejenisnya. Silahkan saja menyunguhinya sedekah sesaji, tetapi semua itu baru akan bermakna bila kita sudah mampu menganggap semua itu sebagai sumber hiburan, bukan sumber ketakutan. Jiwa harus selalu dimenangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar