Wisnu
Dalam agama Hindu, Wişņu merupakan salah satu dewa Trimurti yang
dianggap sebagai dewa pemelihara dunia. Pemujaan terhadap Wişņu telah
disinggung dalam Ŗg-Weda, Yajur-Weda, Sama-Weda, dan Atharwa-Weda. Dalam
kitab-kitab itu, Wişņu belum dianggap sebagai dewa yang tinggi
kedudukannya seperti pada masa selanjutnya.
Dikatakan bahwa Wişņu mempunyai sifat sebagai matahari, dan telah
mengunjungi tujuh bagian dunia. Ia mengelilingi dunia dengan tiga
langkah (tiwikrama).
Wişņu merupakan dewa yang menjelma dalam tiga wujud; api, halilintar,
dan sinar matahari. Ketiga wujud ini menunjukkan tiga wujud perjalanan
matahari; terbit, mencapai cakrawala (zenit), dan terbenam.
Kedudukan Wişņu sebagai dewa matahari dalam agama Hindu masih dikenal
dalam bentuk samar-samar. Penyembahan pada Wişņu dalam bentuk matahari
biasanya disebut Surya Narayana.
Pemujaan Surya Narayana pada umumnya dilakukan pada hari Minggu dan pada hari-hari besar tertentu.
Dalam kitab Ŗig-Weda disebutkan bahwa Wişņu merupakan pelindung. Dari
sinilah asal mula benih-benih yang kemudian berkembang menuju semakin
tingginya kedudukan Wişņu di masa kemudian.
Wişņu kadang-kadang dianggap sebagai korban yajŋa, sehingga ia disebut sebagai Yajŋa Narayana.
Tiga dewa serangkai yang disebut dalam kitab Weda sebagai prototype dari
dewa Trimurti pada masa kemudian adalah Agni sebagai dewa dunia, Wayu
sebagai dewa angkasa, dan Surya sebagai dewa langit. Hal itu didasarkan
pada tugas Trimurti, yaitu membinasakan, yang biasa dilakukan oleh Çiwa,
yang intinya dapat ditemukan dalam kekuatan yang dimiliki oleh angin
ribut (Wayu). Bersama dengan Dewa Wayu yang dianggap sebagai dewa angin,
dipuja pula Dewa Indra sebagai dewa matahari atau dewa dari angkasa
yang terang benderang. Angkasa yang terang benderang ini dikuasai oleh
Wişņu dan Indra. Menurut kitab Weda, Wisnu menerima warna biru dari
Indra. Berkat Indra pulalah Wişņu mendapat sebutan Wasudewa.
Demikian juga melalui Indra, dihubungkan dengan pahlawan dunia. Dari
kitab Mahābhārata dapat diketahui pertumbuhan Wişņu yang semakin
meningkat. Wişņu yang mula-mula sebagai dewa matahari, kemudian
meningkat menjadi salah satu dewa Trimurti dan kemudian menjadi tokoh
sentral.
Sejarah perkembangan kedudukan Wişņu dapat diikuti dengan jelas dalam
kesusastraan India Kuno. Dalam epik Mahābhārata, Krsna dan Arjuna,
meskipun tidak jelas hubungannya dengan Surya, dan berdasarkan
sifat-sifat Indra yang menjadi dewa langit dapat diketahui dengan
samar-samar hubungannya antara Surya dan Wişņu melalui Indra.
Kedudukan Wişņu yang tinggi dan anggapan bahwa Wişņu merupakan salah
satu dari Dewa Trimurti dapat ditemukan dalam kitab-kitab Itihasa dan
Purana serta kitab-kitab kesusastraan India yang membicarakan tentang
ilmu arca.
Wişņu sebagai pemelihara dunia Wişņu sebagai pemelihara dunia kerap
turun ke dunia untuk menolong dunia dari kehancuran. Dalam upaya
menolong dunia, Wişņu turun ke dunia untuk beremanasi atau menjelma
dalam bentuk manusia atau benda.
Dalam penjelmaannya ini Wişņu dapat menjelma penuh, sebagai manusia dan
berlangsung dalam jangka waktu lama (umumnya disebut ber-awatāra), sementara (umumnya disebut awesa), atau memancarkan sebagian kekuatannya pada benda-benda tertentu yang dianggap keramat (umumnya disebut amsa).
Awatāra Wişņu misalnya turun sebagai Rama, Arjuna, dan Kŗşna. Sementara, awesa Wişņu adalah sebagai Paraçurama
yang turun ke dunia untuk menindas pemberontakan para ksatria. Dalam
waktu yang relatif pendek, Paraçurama dapat menyelesaikan tugasnya.
Tidak lama sesudah dapat menyelesaikan tugasnya, Paraçurama bertemu
dengan Raghurama, kepada siapa ia menyerahkan segala “kedewataannya”,
sehingga ia tidak mempunyai tugas lagi dan tidak dimasuki kekuatan Dewa
Wişņu lagi.
Wişņu pun dapat memancarkan sebagian kekuatannya untuk menolong dunia ke
dalam bentuk senjata, misalnya sankha dan cakra. Kedua senjata itu
diyakini dapat memberikan perlindungan seperti layaknya Dewa Wişņu itu
sendiri. Kedua benda itu mempunyai sifat-sifat kedewataan yang
dijelmakan ke dunia sebagai benda keramat.
Awatāra Wişņu Dalam beberapa kesusastraan, kita kenal bermacam-macam
awatara Wişņu, diantaranya yang terkenal ada sepuluh yang lebih dikenal
dengan sebutan Dasawatāra Wişņu, seperti yang terdapat
dalam kitab Waraha Purana. Sebaliknya dalam kitab Bhagawata Purana
disebutkan sebanyka 22 awatāra. Menurut kepercayaan Hindu India,
dasawatāra dianggap berhubungan dengan sepuluh macam kejadian di dunia,
ketika Wişņu bertugas menghancurkan berbagai rintangan yang menghalangi
perputaran dunia. Kesembilan di antaranya sudah terjadi, sedangkan yang
kesepuluh belum terjadi. Kesepuluh awatāra Wişņu menurut Waraha Purana
itu adalah:
- Matsyawatāra – Sebagai ikan (matsya), Wişņu meolong Manu, yaitu manusia pertama, untuk menghindarkan diri dari air bah yang menelan dunia.
- Kurmawatāra – Sebagai
kura-kura (kurma), Wişņu berdiri di atas dasar laut menjadi alas bagi
Gunung Mandara yang dipakai oleh para dewa untuk mengaduk lautan dalam
usaha mereka mendapatkan amrta atau air penghidup.
- Warahawatāra – Ketika
dunia ditelan laut dan ditarik ke dalam kegelapan patala (dunia bawah),
Wişņu menjadi babi hutan (waraha) dan mengangkat dunia kembali ke
tempatnya.
- Narasimhawatāra –
Hiranyakasipu, seorang raksasa, dengan sangat lalimnya menguasai dunia.
Kesaktiannya yang luar biasa menjadikan ia tak dapat dibununh oleh dewa,
manusia, maupun binatang, tak dapat mati di waktu siang dan juga malam.
Maka, untuk memberantasnya, Wişņu menjelma menjadi singa-manusia
(narasimha) dan dibunuhnya Hiranyakasipu pada waktu senja.
- Wamanawatāra – Wişņu
menjelma sebagai orang kerdil (wamana) dan meminta kepada Daitya Bali
yang denagn sangat lalim memerintah dunia supaya kepadanya diberikan
tanah seluas tiga langkah. Setelah diizinkan maka dengan tiga langkah
(tiwikrama) ini ia menguasai dunia, angkasa, dan surga. Di sini tampak
Wişņu sebagai Dewa Matahari, yang “menguasai” dunia dengan tiga
langkahnya; waktu terbit, waktu tengah hari, dan waktu terbenam.
- Paraçuramawatāra –
Wişņu menjelma sebagai Rama bersenjatakan kapak (paraçu) dan menggempur
golongan ksatria sebagai balas dendam terhadap penghinaan yang dialami
oleh ayahnya, seorang brahmana, dari seorang raja (kasta ksatriya).
Tampak suatu “reaksi” terhadap revolusi zaman Upanisad.
- Ramawatāra – Rama
titisan Wişņu ini adalah yang terkenal dari cerita Ramayana. Yang
mengancam kerselamatan dunia adalah Rawana atau Dasamukha.
- Kŗşnawatāra – Kŗşna
ini terkenal dari Mahābhārata, sebagai raja titisan Wişņu yang membantu
para Pandawa menuntut keadilan dari para Kurawa.
- Buddhawatāra – Wişņu
menjelma sebagai putra raja Sododana di Kapilawastu India dengan nama
Sidharta Gautama yang berarti telah mencapai kesadaran yang sempurna.
Budha Gautama menyebarkan ajaran Budha dengan tujuan untuk menuntun umat
manusia mencapai kesadaran, penerangan yang sempurna atau Nirwana..
- Kalkya/Kalkiawatāra –
Keadaan dunia saat ini sangat buruk dan akan tiba saatnya nanti
kejahatan itu akan mencapai puncaknya, sehingga dunia terancam
kemusnahan. Pada saat itulah maka Wişņu akan menjelma sebagai Kalki dan
dengan menunggang kuda putih dan membawa pedang terhunus ia akan
menegakkan kembali keadilan dan kesejahteraan di atas dunia ini.